Eksplorasi.id – Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menggelar rapat internal membahas masih maraknya aktivitas tambang liar bijih timah di beberapa lokasi di daerah itu.
“Rapat internal ini kami gelar untuk menindaklanjuti masih maraknya tambang liar bijih timah di beberapa lokasi, terutama di wilayah Kecamatan Simpangteritip dan Parittiga,” kata Wakil Bupati Bangka Barat, Markus di Muntok, Kamis (21/7).
Ia menerangkan beberapa lokasi yang masih marak terjadi penambangan liar meskipun sudah beberapa kali ditertibkan, antara lain di Desa Rambat, Mayang, Sekarbiru, dan Puput.
“Di lokasi itu masih sering terjadi penambangan liar, meskipun sudah beberapa kali diimbau, diperingatkan dan penindakan, kami berharap adanya rapat internal ini mampu menyelesaikan permasalahan yang ada,” kata dia.
Melalui rapat internal tersebut diharapkan mampu mendapatkan kesepakatan dan formula cepat dan tepat untuk menghentikan aktivitas penambangan yang tidak sesuai aturan tersebut sekaligus menjaga situasi aman, nyaman dan kondusif.
Rapat dilaksanakan di Operasional Room II Sekretariat Daerah dihadiri Wakil Bupati Bangka Barat Markus, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra M Zakaria, Kepala Dinas ESDM Iduan, Kepala Satpol PP Sunatro, Kasi Operasi Satpol PP Setiawan, Staf Dinas Kehutanan, sejumlah Camat dan beberapa Kepala Desa di daerah itu.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Bangka Barat, Iduan pada kesempatan itu menyarankan agar pada penertiban tidak hanya menyita mesin dan peralatan penambangan.
“Berdasarkan pengalaman, kalau hanya diambil mesin dan peralatan hanya bisa menghentikan sementara, paling satu hingga dua hari. Setelah itu mereka nambang lagi karena harga mesin dan peralatan tambang murah,” katanya.
Menurut dia, akan lebih manjur jika tim penertiban menyita atau menghancurkan ponton tambang yang ditemukan karena biaya untuk membuat ponton tersebut cukup mahal.
“Kalau ponton masih di lokasi maka akan nambang lagi, paling beli mesin dan perakitannya hanya butuh sekitar Rp 2 juta, beda jika ponton yang disita,” kata dia.
Selain pola tersebut, katanya ada pola lain yang bisa dilakukan pemerintah desa dan camat setempat yaitu dengan melakukan musyawarah bersama BPD, LPM, seluruh perangkat desa, petugas Babinsa dan Bhabinkamtibmas.
Dalam musyawarah tersebut harus ada kesepakatan bersama atau keputusan desa untuk melarang adanya aktivitas penambangan liar di desa setempat yang ditandatangani Babinsa dan Bhabinkamtibmas.
“Surat keputusan tersebut sudah cukup kuat karena ada tanda tangan Babinsa dan Bhabinkamtibmas yang tentunya akan didukung institusi terkait,” katanya.
Menurut dia, camat juga memegang peran penting untuk menjalankan tupoksinya. “Kalau diingatkan camat masih tidak diindahkan para penambang bisa langsung lapor ke bupati agar segera ditindaklanjuti,” kata dia.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra M Zakaria pada kesempatan itu meminta kepada para kepala desa melakukan pendataan ulang kepada para pendatang, terutama para pekerja tambang liar yang berada di wilayah masing-masing untuk antisipasi kemungkinan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Kami sarankan agar kepala desa dan camat mendata para pendatang di lokasi tambang tersebut, bagi yang tidak memiliki identitas harus ditertibkan karena kami khawatir mereka merupakan penjahat yang melarikan diri dari daerah asalnya,” katanya.
Eksplorasi | Ant | Aditya