Eksplorasi.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mencopot Sudirman Said dari kursi menteri ESDM dan digantikan oleh Arcandra Tahar.
Langkah Presiden Jokowi mencopot Sudirman Said dan digantikan oleh Arcandra oleh Direktur Studi Demokrasi Rayat (SDR) Hari Purwanto dinilai sebagai langkah yang tepat.
“Sudirman banyak menimbulkan gaduh, mulai dari Blok Masela, Freeport, PLN dan sebagainya. Di bawah dia sektor energi berada di titik nadir, baik itu migas, minerba, energi terbarukan, hingga listrik,” kata Hari Purwanto kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Rabu (27/7).
Hari berpendapat, tugas pertama yang bisa dilakukan Archandra adalah memberesi sektor migas yang karut marut, salah satunya dengan mengganti Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.
“Sudirman Said dan Amien Sunaryadi itu satu paket. Jadi kalau sektor migas mau beres, Arcandra harus segera mencopot Amien Sunaryadi,” jelas dia.

Menurut Hari, sejumlah langkah blunder kerap dilakukan Amien ketika memimpin SKK Migas. Dia mencontohkan soal kisruh Blok Masela.
Amien diketahui berada satu kubu dengan Sudirman yang mengusung pengembangan Blok Masela menggunakan skema laut (offshore), di mana akhirnya Presiden Jokowi memutuskan dengan skema darat (onshore).
“Kemudian konflik soal Blok Cepu, terutama terkait Lapangan Banyu Urip. Amien enggan merekomendasi kenaikan produksi di Banyu Urip di tengah anjloknya lifting. Belum lagi soal konflik di internal SKK Migas,” ujar dia.
Hari berkomentar, Amien juga menyederhanakan persoalan kilang mini milik PT Tri Wahana Universal (TWU). Padahal, persoalan tersebut cukup krusial karena ada bagian negara dari penjualan minyak yang diduga ‘menguap’.
Hari menduga bahwa sebenarnya Amien mengetahui ada sesuatu yang tidak beres dalam penjualan minyak mentah Banyu Urip ke kilang mini milik PT TWU.
“Kenapa kuasa jual minyak bagian negara diberikan ke Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL), bukan ke PT Pertamina EP Cepu? Apalagi terkait penjualan minyak bagian negara ke swasta, dalam hal ini ke PT TWU?” tegas dia.
Ironisnya, lanjut Hari, transaksi terus berlanjut sejak April 2015 hingga Januari 2016. “Menjadi pertanyaan besar kenapa Dirjen Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi tidak mencegahnya dan malah melanjutkan dan menyetujuinya,” ujar dia.
Hari menduga telah terjadi manipulasi dalam penentuan harga minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ICP) jenis Arjuna yang dibeli oleh TWU dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.

Berdasarkan catatan rapat komersialisasi full scale Lapangan Banyu Urip pada 29 Desember 2014 poin 3, TWU meminta tambahan pasokan minyak mentah sebesar 2.000 barrel oil per day (bopd) dengan pertimbangan secara teknis maupun komersial kilang dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel (pada titik serah TWU).
“Sebelumnya diketahui bahwa TWU dan EMCL telah melakukan pembahasan secara business to business (b to b) terkait pasokan minyak tersebut, namun tidak tercapai kesepakatan. Harga yang diminta TWU sebesar –USD 4,76 per barel, sedangkan harga yang diminta EMCL untuk ICP Arjuna sebesar +USD 2 per barel, berdasarkan estimasi harga jual FSO (Floating Storage and Offloading) untuk menghindari potensi value loss,” kata Hari.
Eksplorasi | Ponco S
Comments 1