Eksplorasi.id – Rapat dewan komisaris PT Pertamina (Persero) yang dilakukan pada Senin (8/8) soal usulan perubuhan struktur organisasi, diduga dilakukan sebagai bagian upaya untuk ‘melengserkan’ Dwi Soetjipto dari kursi direktur utama (dirut).
“Ada apa di manajemen Pertamina saat ini? Jangan-jangan ini buah dari hasil pergesekan antara Dwi Soetjipto dengan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno terkait isu reshuffle kabinet sebelum 27 Juli lalu,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman dalam pesan tertulis yang diterima Eksplorasi.id, Rabu (10/8).
Yusri menjelaskan, sebelum reshuffle kabinet jilid kedua diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, santer terdengar bahwa Dwi Soetjipto berpeluang untuk menggeser posisi Rini Soemarno, meskipun pada akhirnya posisi Dwi dan Rini saat ini tidak mengalami perubahan.
“Sehingga bisa jadi perubahan struktur Pertamina ini diduga hanya sebagai jalan untuk mengeser Dwi atau setidaknya menjepit posisinya dengan rencana mengangkat Ahmad Bambang sebagai wakil dirut, setelah disetujuinya struktur organisasi baru oleh menteri BUMN nanti,” jelas dia.
Baca juga:
Yusri menambahkan, dugaan itu semakin kuat dan nyata ketika surat usulan perubahan struktur organisasi dilakukan disaat Dwi selaku dirut Pertamina sedang berada di luar negeri.
“Kemudian ditambah dengan adanya wacana akan mengganti posisi Dwi yang sudah beredar luas dan akan digantikan oleh Ahmad Bambang atau dengan Sofyan Basir,” ujar dia.
Ahmad Bambang adalah direktur Pemasaran Pertamina, sementara Sofyan Basir kini duduk sebagai dirut PT PLN (Persero).
Yusri juga mempertanyakan apakah konsep perubahan struktur organisasi Pertamina tersebut merupakan hasil pembahasan antara dewan komisaris dengan dewan direksi Pertamina.
“Atau ini hanya inisiatif dewan komisaris saja? Jika benar tidak diketahui oleh jajaran direksi, cukup mengundang keanehan atas langkah yang dilakukan dewan komisaris,” katanya.
Baca juga :
Eksplorasi.id coba mengkonfirmasi sejumlah orang yang kini duduk sebagai direksi di Pertamina, hasilnya mereka tidak mengetahui adanya usulan perubahan strukur yang digagas oleh dewan komisaris.
“Saya juga belum tahu (perubahan struktur), baru dengar dari media,” kata salah seorang direksi Pertamina kepada Eksplorasi.id yang enggan disebut namanya.
Sebelumnya, beredar surat bernomor R-031/K/DK/ 2016, perihal usulan perubahan struktur dan penambahan anggota direksi Pertamina tertanggal 8 Agustus 2016.
Surat itu mengusulkan penambahan dua anggota direksi, yakni wadirut Hilir & EBT, serta direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia.
Adapun jajaran komisaris yang meneken surat tersebut adalah, Tanri Abeng (komisaris utama), Edwin Hidayat Abdullah (wakil komisaris utama), Sahala Lumban Gaol (komisaris), Suahasil Nazara (komisaris), dan Widhyawan Prawiraatmadja (komisaris).
“Anehnya dan yang menjadi pertanyaan, kapan Widhyawan Prawiraatmadja ikut menandatangani surat usulan dewan komisaris Pertamina tersebut? Setahu saya, dia sebelum tanggal 8 Agustus ikut bersama rombongan dirut Pertamina ke Iran untuk merintis usaha mendapatkan wilayah kerja ekplorasi,” ungkap Yusri.
Pernyataan Yusri itu ada benarnya. Pada Selasa (9/8), Eksplorasi.id coba mengkonfirmasi soal surat usulan dewan komisaris kepada Widhyawan, dan dia menjawab, “Selamat siang pak. Terima kasih sudah kontak. Mohon maaf saya masih di pesawat. Besok di Jakarta kita bisa kontak-kontak lagi. Salam.”
Di satu sisi, Yusri berkomentar bahwa di dalam era glolabliasi perdagangan dan harga minyak mentah yang saat ini rata rata berada di bawah USD 45 perbarel ,sepanjang hampir dua tahun ini, bisa dikatakan semua perusahaan minyak dunia mengurangi karyawan dan merampingkan organisasinya.
“Namun ini berbeda dengan proses transformasi bisnis yang dilakukan oleh Pertamina yang malah makin membuat organisasinya semakin gemuk. Ini bisa jadi anomali. Apakah yang dilakukan Pertamina ini merupakan teori baru manajemen krisis dalam mengefisiensikan perusahaan?” kata Yusri.
Reporter : Heri
Comments 4