Eksplorasi.id – Wacana holding migas yang digulirkan Kementerian BUMN dan kini telah keluar regulasi pendukungnya dinilai sebagai sesuatu yang ilegal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir mengatakan, PP No 72/2016 pasal 2A ayat (7) sangat bertentangan dan bahkan menabrak UU No 19/2003 tentang BUMN.
“Anak usaha BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut; mendapatkan penugasan pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum, mendapatkan kebijakan khusus negara, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN,” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Jumat (13/1).
Inas menjelaskan ayat tersebut dapat ditafsirkan apabila BUMN A yang akan dijadikan Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN B, maka seluruh saham BUMN A seharusnya menjadi saham milik BUMN B, dan BUMN A menjadi perusahaan swasta. Akan tetapi PP ini memaksakan agar BUMN A tetap berbentuk BUMN.
“Padahal UU No 19/2003 menyebutkan bahwa yang namanya BUMN adalah seluruh atau sebagian besar sahamnya milik negara. Jelas PP No 72/2016 tersebut bisa dikatakan ilegal bahkan haram,” jelas dia.
Kemudian, lanjut Inas, apabila suatu BUMN dijadikan PMN di perusahaan swasta/asing, maka BUMN tersebut akan menjadi anak perusahaan swasta/asing tapi bentuknya tetap BUMN. Artinya, perusahaan swasta/asing akan mendapatkan fasilitas layaknya BUMN.
“Jelas PP No 72/2016 ini menabrak UU No 19/2003, selain itu holding-nya bisa BUMN dan bisa juga swasta atau asing.
Penjelasan Inas, PP 72/2016 pasal 2A menyebut bahwa PMN yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme APBN.
“Maka tidak ada ruang untuk menjual aset negara. Namun, bisa terjadi pemindah tanganan aset tersebut kepada perseroan terbatas, baik milik BUMN maupun swasta lainnya, bahkan asing dengan cara dijadikan penyertaan modal negara dalam suatu perusahaan,” ungkap dia.
Inas lalu mencontohkan bisa saja suatu saat aset negara di PT Pertamina (Persero) dijadikan penyertaan modal negara di PT Chevron Pasific Indonesia. “Ini sangat berbahaya karena aset negara bisa pindah ke perusahaan asing. Selain itu sama juga artinya akan terjadi PMN kepada perusahaan swasta bahkan asing tanpa mekanisme APBN,” ungkap dia.
Reporter : Samsul