Eksplorasi.id – Pencopotan Dwi Soetjipto dari kursi direktur utama (dirut) PT Pertamina (Persero) masih menyisakan persoalan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir mengungkapkan, sebelum Dwi Soetjipto menjadi dirut Pertamina, bisnis migas perseroan pernah dikuasai oleh Mohammad Riza Chalid dan Ari Hernanto Soemarno.
“Ditengarai bahwa Dwi Soetjipto sering menolak campur tangan Ari Soemarno. Misalnya, RUPS pada 20 Oktober 2016 terjadi setelah dua juta barel minyak jenis Mesla-Sarir ditolak oleh Dwi Soetjipto,” kata Inas kepada Eksplorasi.id melalui pesan WhatsApp Messenger, akhir pekan lalu.
Penolakan, lanjut Inas, karena minyak jenis Mesla-Sarir off-spec pada Septemper 2016, di mana kemudian pemasoknya yakni Glencore kemudian di banned (dilarang/ diblokir).
“Jika kita menilai kinerja perusahaan sejak dipimpin oleh Dwi Soetjipto justru menunjukan peningkatan yang signifikan,” jelas dia.
Inas pun mempertanyakan apakah adanya jabatan wakil dirut Pertamina sebelumnya terkait dengan ditolaknya minyak jenis Mesla-Sarir. “Glencore di banned oleh Dwi untuk sementara waktu tidak disertakan dalam tender. Nah ini perlu juga diselidiki,” ujar dia.
Sebelumnya, Eksplorasi.id pernah memberitakan, Kapal MT Tataki dan MT Stavanger Blossom membawa minyak Sarir dan Mesla dari Libya. Minyak mentah itu semula akan dipasok sejumlah empat kargo untuk kebutuhan kilang Pertamina sebanyak 1,2 juta barel.
Baca juga :
- Kisruh Minyak Sarir dan Mesla, Kapal Tataki dan Stavanger Blossom Sudah Tinggalkan Indonesia
- Kasus Minyak Sarir dan Mesla Tidak Akan Terjadi Bila Ada Pengawasan Intensif di ISC
- Luar Biasa, Glencore Menangkan 5 dari 8 Tender Minyak Mentah yang Digelar ISC
Pada saat awal, komposisi minyak tersebut adalah 70 persen minyak Sarir dan 30 persen minyak Mesla. Faktanya, yang datang minyak Sarir 30 persen dan Mesla 70 persen.
Anehnya, pihak Glencore yang melakukan blending kedua minyak tersebut, bukan di-blending di kilang milik PT Persero (Persero).
Terpisah, Wakil Ketua Komisi VII Satya Widya Yudha menilai, pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang sebagai dirut dan wakil dirut Pertamina secara mendadak mengejutkan banyak pihak.
Satya berkomentar, pencopotan kedua pucuk pimpinan tersebut sebagai anomali. “Keputusan mengganti dirut dan wadirut ini sangat anomali. Mengejutkan kami di DPR,” kata dia di Jakarta, Minggu (5/2).
Satya pun mencontohkan kinerja Pertamina yang sedang membumbung tinggi. Misalnya, perseroan sukses mencetak laba sekitar USD 2,5 miliar atau Rp 40 triliun. Nilai tersebut mengalahkan keuntungan Petronas yang hanya mencapai US$ 1,6 miliar.
“Di tengah kinerja keuangan yang cukup baik diputuskan ada penggantian orang penting perusahaan tersebut. Ini sangat mengejutkan. Sepanjang sejarah, baru pertama kali Pertamina punya capaian sedemikian tinggi,” ujar dia.
Reporter : HYN