Eksplorasi.id – Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mengatakan bahwa jumlah utang perseroan saat ini hanya Rp 296 triliun. Utang tersebut dalam tiga tahun terakhir, imbuh dia, hanya bertambah Rp 58 triliun. Dia juga menyatakan bahwa omzet PLN saat ini sekitar Rp 300 triliun dengan aset mencapai Rp 1.300 triliun, serta ekuitas Rp 890 triliun.
Pernyataan tersebut disampaikan Sofyan di kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/9), menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait kekhawatiran soal kondisi keuangan PLN.
Namun, penelusuran Eksplorasi.id terkait kinerja keuangan PLN, berdasarkan data laporan keuangan konsolidasi PLN dan entitas anak usaha (tidak diaudit) per 30 Juni 2017, ada keterangan yang jauh berbeda.
Misalnya terkait utang. Sofyan mengatakan utang PLN hanya Rp 296 triliun, namun faktanya utang perseroan tembus hingga ke level Rp 420,5 triliun. Rinciannya, utang jangka panjang Rp 299,4 triliun dan utang jangka pendek Rp 121,2 triliun.
Berarti, ada selisih utang Rp 124,5 triliun dari keterangan yang disampaikan Sofyan. Selisih yang sangat besar. Total utang PLN pada periode tersebut melonjak drastis dibandingkan posisi per 31 Desember 2016 yang sebesar Rp 393,8 triliun.
Terjadi kenaikan utang Rp 26,7 triliun dalam kurun enam bulan. Padahal, Sofyan sempat mengklaim bahwa dalam tiga tahun terakhir utang PLN hanya bertambah Rp 58 triliun.
Kenaikan utang tersebut, masih dilansir dari data laporan keuangan PLN, disumbang dari utang jangka panjang yang semula Rp 272,16 triliun naik menjadi Rp 299,36 triliun. Sementara utang jangka pendek perseroan mengalami penurunan dari semula Rp 121,62 triliun menjadi Rp 121,15 triliun.
Adapun rincian utang jangka panjang PLN terdiri atas pajak tangguhan (bersih) Rp 116,9 miliar, penerusan pinjaman Rp 29,99 triliun, dan utang kepada pemerintah dan lembaga keuangan pemerintah non bank Rp 6,79 triliun.
Berikutnya, utang sewa pembiayaan Rp 17,31 triliun, utang bank Rp 101,23 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp 94,68 triliun, utang listrik swasta Rp 7,08 triliun, utang pihak berelasi Rp 2,71 miliar, utang imbalan kerja Rp 42,05 triliun, dan utang lain-lain Rp 115,73 miliar.
Di satu sisi, PLN pada 21 Juni lalu juga kembali mengeluarkan surat utang alias Obligasi Berkelanjutan II PLN Tahap I 2017 sebesar Rp 1,6 triliun. Pada saat yang bersamaan perseroan pun mengeluarkan Sukuk Ijarah Berkelanjutan II PLN Tahap I 2017 sebesar Rp 400 miliar.
Kemudian soal ekuitas, Sofyan mengatakan bahwa ekuitas PLN sampai Rp 890 triliun, tapi ternyata hanya Rp 881,6 triliun. Ada selisih sekitar Rp 8,4 triliun.
Ironisnya, pada hingga periode 30 Juni 2017, perusahaan setrum pelat merah tersebut hanya sukses meraup pendapatan usaha sebesar Rp 122,5 triliun, namun dengan beban usaha mencapai Rp 128,9 triliun.
Kemudian, perseroan juga mesti menanggung rugi usaha sebelum subsidi hingga Rp 6,4 triliun. Namun, pemerintah menyuntikkan subsidi listrik sebesar Rp 23,9 triliun, dan menyebabkan perseroan bisa mendulang laba usaha setelah subsidi hingga Rp 17,6 triliun.
Wacana Jual BUMN
Diminta komentarnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, pernyataan Sofyan tersebut sangat berbeda dengan kondisi yang dikuatirkan oleh Sri Mulyani.
“Publik jadi bingung mana yang bisa dipercaya. Di satu sisi, bocornya surat menteri Keuangan tersebut berbarengan dengan munculnya wacana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan soal usulan menjual BUMN,” kata dia di Jakarta, Kamis (28/9).
Menurut Yusri, muncul sentimen negatif di publik bahwa BUMN tersebut selama ini bukannya bisa menyelesaikan banyak masalah kebutuhan energi rakyat malah menimbulkan beban baru bagi rakyat yang tidak bisa menikmati energi yang murah dan bersih.
Luhut Binsar pada Selasa (26/9) mengatakan bahwa selama ini BUMN kerap mendominasi ekonomi dalam negeri. Hitungan dia, saat ini jumlah BUMN dan anak usaha BUMN mencapai sekitar 700 perusahaan.
Karena itu, Luhut mengaku telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera membenahi BUMN. “Saya bilang ke Presiden, ini tidak sehat,” ujar dia.
Reporter : HYN