EKSPLORASI.id – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan kenaikan tarif listrik menjadi komoditas yang dominan terhadap inflasi nasional pada 2017 yang tercatat sebesar 3,61%.
“Tahun 2017 ada kebijakan subsidi tepat sasaran sehingga ada penyesuaian untuk pelanggan tarif listrik 900 VA,” kata Suhariyanto di Jakarta, Selasa (02/01).
Menurutnya, inflasi dari kenaikan tarif listrik untuk pengguna 900 VA ini menjadi penyumbang utama inflasi pada periode Januari, Maret, dan Mei 2017. “Dampaknya sudah selesai sejak Mei, tapi ini mewarnai seluruh pergerakan inflasi pada 2017,” ucap Suhariyanto.
Selain tarif listrik yang memberikan andil inflasi 0,81% pada 2017, komoditas lain yang dominan terhadap inflasi adalah biaya perpanjangan STNK 0,24%, ikan segar 0,20%, dan bensin 0,18%.
Kemudian, beras 0,16%, tarif pulsa ponsel 0,15%, rokok kretek filter 0,14%, telur ayam ras dan emas perhiasan masing-masing 0,10% serta nasi dengan lauk, rokok kretek dan upah pembantu rumah tangga masing-masing 0,08%.
Komoditas lainnya adalah tarif sewa rumah 0,07%, daging ayam ras, bahan bakar rumah tangga dan tarif angkutan udara masing-masing 0,06% serta mie, uang kuliah akademi dan tarif angkutan antar kota masing-masing 0,05%.
Dengan kondisi ini, inflasi harga diatur pemerintah (administered prices) tercatat tinggi pada 2017 yaitu mencapai 8,7%, diikuti inflasi inti 2,95% dan harga bergejolak (volatile food) 0,71%.
“Upaya untuk menjaga volatile food pada 2017 lumayan sukses, dan ini perlu dijaga untuk 2018. Kita jadikan ini pengalaman bagus untuk mengantisipasi gejolak yang tidak perlu,” ujar Suhariyanto.
Selain itu, BPS juga mencatat inflasi paling tinggi sepanjang 2017 terjadi pada Januari yaitu 0,97%, diikuti inflasi pada Desember, yaitu sebesar 0,71%.
Sedangkan deflasi tertinggi sepanjang 2017 terjadi pada Agustus, yaitu sebesar 0,07% karena terjadinya penurunan harga bahan makanan maupun tarif angkutan pada periode ini.
(SAM)