Eksplorasi.id – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah melakukan implementasi pencampuran biomassa dengan batu bara atau co-firing kepada 17 PLTU yang menghasilkan listrik berkapasitas 189 megawatt.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan pencapaian itu bukti keseriusan PLN mendukung program pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan menuju target 23 persen pada 2025.
“Program co-firing PLTU juga membantu PLN dalam mengurangi konsumsi batu bara sehingga bisa menekan emisi karbon, di samping meningkatkan bauran energi baru terbarukan,“ kata Agung di Jakarta, Senin (21/6).
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU.
Biomassa bisa diambil dari limbah pertanian, limbah industri pengolahan kayu, hingga limbah rumah tangga serta tanaman energi yang ditanam pada lahan kering atau dibudidayakan pada kawasan hutan tanaman energi, seperti pohon kaliandra, gamal, dan lamtoro.
Melalui co-firing, PLN mampu dengan cepat meningkatkan bauran energi terbarukan tanpa melakukan investasi untuk membangun pembangkit baru. “Manfaat lain dari co-firing ini juga menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan sampah atau limbah di tanah air,” kata Agung.
Dari total 17 PLTU yang menggunakan biomassa secara komersial tersebut, sekitar 12 PLTU tersebar di Jawa dan lima lokasi di luar Jawa.
Pembangkit-pembangkit itu dikelola dua anak usaha PLN, yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Indonesia Power menghasilkan listrik melalui co-firing di PLTU Suralaya I sampai VI, PLTU Suralaya V sampai VII, PLTU Sanggau, PLTU Jeranjang, PLTU Labuan, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Barru, dan PLTU Adipala.
Sedangkan PJB menghasilkan energi melalui co-firing PLTU Paiton Unit I dan II, PLTU Pacitan, PLTU Ketapang, PLTU Anggrek, PLTU Rembang, PLTU Paiton IX, PLTU Tanjung Awar-Awar, dan PLTU Indramayu.
Dalam pelaksanaan co-firing di 17 PLTU, kedua anak usaha PLN itu memanfaatkan limbah serbuk kayu atau sawdust, woodchip, dan solid recovered fuel dari sampah.
Sepanjang 2021, kebutuhan biomassa untuk bahan bakar pembangkit diproyeksikan mencapai 570.000 ton yang akan dipasok dari sejumlah perusahaan.