Eksplorasi.id – Alokasi dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia yang diterima oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar tambang di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua tahun ini turun drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Rabu, mengatakan penurunan jumlah alokasi dana kemitraan dari PT Freeport tersebut karena terkait berbagai persoalan di lingkungan perusahaan tambang tembaga dan emas tersebut.
“Tahun ini sangat jauh menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kalau sebelumnya bisa mencapai lebih dari Rp1 triliun, maka tahun ini jumlahnya hanya setengah dari itu,” kata Abraham.
Meski demikian, LPMAK tetap berkomitmen untuk terus melanjutkan program-program prioritas untuk pemberdayaan masyarakat Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lain di Kabupaten Mimika.
Program prioritas tersebut mencakup program pelayanan bidang pendidikan, pelayanan kesehatan dan pengembangan perekonomian masyarakat lokal.
Abraham membenarkan bahwa tahun ini LPMAK untuk sementara waktu tidak lagi mengirim peserta program beasiswa tingkat pelajar dan mahasiswa untuk studi ke luar daerah.
“Yang jelas demikian karena terkait dengan ketersediaan anggaran. Kami tetap fokus untuk membiayai para pelajar dan mahasiswa yang sedang ada di bangku studi,” jelasnya.
Ia berharap ke depan situasi dan kondisi operasional maupun produksi PT Freeport kembali normal sehingga kucuran dana kemitraan ke LPMAK lebih besar sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Eksekutif Vise President PT Freeport Bidang Sustainable Development Sonny ES Prasetyo mengatakan kucuran dana kemitraan ke LPMAK disesuaikan dengan dinamika pendapatan PT Freeport.
Jumlah dana kemitraan yang dikucurkan ke LPMAK oleh PT Freeport selama ini dihitung 1 persen dari pendapatan kotor yang diterima oleh perusahaan tersebut.
“Jadi kondisinya sangat dinamis, kita tidak bisa menentukan harus begini atau begitu. Setiap tahun pasti akan berubah, jumlahnya tidak pasti,” jelas Sonny.
Ia mengatakan hingga kini PT Freeport belum bisa mengekspor seluruh bahan baku tambang hasil produksinya. Perusahaan tersebut diberikan waktu setiap enam bulan oleh pemerintah untuk memperbaharui ijin ekspornya.
“Ijin yang terakhir ini akan berlaku hingga tahun depan, setelah itu kita menunggu lagi ijin yang berikutnya. Pemberian ijin tersebut sangat bergantung pada perkembangan pengembangan kapasitas industri smelter yang ada di Gresik,” jelas Sonny.
Eksplorasi | Tempo | Aditya