Eksplorasi.id – Ego sektoral dan tumpang tindih kebijakan masih terjadi di kabinet Pemerintahan Jokowi. Kali ini terjadi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait harga listrik Pembangkit Tenaga Air (PLTA).
Kementerian ESDM, lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 19/2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pengembang PLTA dengan Kapasitas Sampai 10 MW, menetapkan harga pembelian listrik oleh PLN, disesuaikan dengan lokasi. Hanya dalam salinan surat, per 1 Desember 2015, Menteri BUMN Rini Soemarno menyurati Menteri ESDM meminta revisi Permen itu lantaran Rini sebelumnya menerima surat dari PLN yang keberatan atas tarif ESDM.
Rini menyebut, energi terbarukan memang menjadi langkah pemerintah untuk menggantikan energi fosil. Makanya peran investor sangat dibutuhkan. Hanya saja, harga feed in tariff yang ditetapkan ESDM lebih mahal ketimbang harga jual rata-rata PLN ke masyarakat. Alhasil, Rini minta revisi aturan ESDM itu.
Meski belum mendapat restu dari ESDM, PLN berinisiatif menetapkan harga beli listrik dari PLTA sendiri. Lewat surat yang diteken Nicke Widyawati Direktur Perencanaan Korporat PLN, keluar surat edaran kepada General Manager PLN per 11 April 2016 yang menetapkan harga beli listrik versi PLN.
Eksplorasi | Tribunnews | Aditya