Eksplorasi.id – Peran Integrated Supply Chain (ISC) sebagai pengganti Pertamina Energy Service Pte Ltd (Petral) mulai diragukan sejumlah pihak.
Pasalnya, proses tender yang dilakukan ISC saat ini mengesankan nyaris sama dengan yang dilakukan Petral terdahulu, yakni kurang transparan dan diduga hanya menguntungkan sejumlah pihak.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, fakta yang terjadi di lapangan dengan apa yang menjadi harapan dibentuknya ISC seperti jauh panggang dari api. Bahkan, lanjut dia, diduga ISC telah melakukan kebohongan publik.
“Ini seperti lagu lama kaset baru. Janji Dirut Pertamina Dwi Soetjipto bahwa perseroan akan lebih transparan dalam melaksanakan tendernya hanya janji manis saja,” kata Yusri kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Selasa (10/5).
Yusri mencontohkan seperti yang terjadi dalam tender minyak mentah dari Afrika Barat untuk kebutuhan semester kedua tahun ini. Proses tender tersebut, lanjut dia, dilaksanakan pada 25 April 2016 setelah jam kantor atau malam hari, dan ditutup penawarannya pada 27 April 2016 pukul 14.00 WIB.
“Proses tendernya tidak sampai dua hari kerja. Menurut pejabat Pertamina, hal itu sama saja seperti proses penunjukkan langsung. Undangan peserta tender pun konon terbatas,” jelas dia.
Padahal, lanjut Yusri, jumlah rekanan menurut ISC sebanyak 133 perusahaan. “Bahkan, versi Wianda Pusponegoro (juru bicara Pertamina) jumlah rekanannya bisa mencapai 150. Data perusahaan ini saja tidak jelas mana yang mesti dipercaya,” ujar dia.
Yusri menambahkan, ditemukan juga fakta baru bahwa sudah lebih dari enam bulan yang lalu ada sekitar 14 perusahaan in house trading dari sejumlah perusahaan minyak milik negara (National Oil Company/NOC) yang mempunyai sumber minyak mentah dan kondensat yang berkualitas lebih baik dan lebih murah dari harga yang selama ini dibeli oleh ISC namun dipersulit oleh Pertamina.
Rencananya, suplai minyak itu akan dipakai sebagai bahan baku untuk lima kilang Pertamina dan kilang Tuban Petro. Misalnya pasokan minyak mentah dari Afrika Barat, Djeno Light Crude dari Kongo dan kondensat melitah dari Libya.
“Namun, kesempatan ISC mendapatkan minyak dengan harga murah tersebut hilang, karena tidak ditanda tanganinya sertifikat lulus prakualifikasi oleh Direktur SDM dan Umum Pertamina Dwi Wahyu Daryoto terhadap 14 perusahan tersebut,” ujar Yusri.
Padahal, ungkap Yusri, ke-14 perusahaan tersebut sudah lama lolos dalam verifikasi yang dilakukan oleh Commercial, Perform & Risk Management Manager ISC Sukses Simanjuntak dkk. Perlu diketahui, proses registrasi sebagai rekanan terseleksi di ISC Pertamina sudah diproses sejak September 2015.
“Informasi yang saya peroleh, saat proses verifikasi banyak tambahan data yang diminta oleh petugas ISC dengan terkesan mengada-ngada,” kata dia.
Namun, imbuh Yusri, semua data tambahan itu telah lama dilengkapi oleh perusahaan tersebut. Anehnya, hingga awal Mei 2016 tetap saja tidak ada kepastiannya kapan hasil prakualifikasi terhadap 14 tersebut akan ditanda tangani oleh direksi Pertamina.
Sehingga, terang Yusri, proses persetujuan dari direksi Pertamina yang berhak memutuskannya diduga sengaja sangat diperlambat. “Diduga ke-14 perusahaan itu tidak memberikan komisi ilegal ke oknum pejabat Pertamina, makanya dipersulit,” ungkap dia.
Perlu diketahui, jika ke-14 perusahaan itu terbukti melakukan hal ilegal, maka perusahan tersebut terancam ditutup oleh negara asal NOC tersebut.
Sekedar informasi, ISC dibentuk dengan memiliki tiga peran utama. Pertama, sebagai perencana dan optimasi terintegrasi. Kedua, pengadaan atau penjualan (niaga) dan komersial.
Ketiga, operasional suplai dan ekspor untuk memastikan keamanan suplai dan stok minyak mentah, bahan bakar minyak dan LPG nasional dengan tetap mengedepankan keekonomian.
Ponco S