Eksplorasi.id.Sejak industri andalan Kaltim merosot, sejak itu pula bisnis turunannya ikut melorot. Bisnis penyewaan alat berat salah satunya. “Tetap jalan, karena beberapa perusahaan tambang juga tetap produksi meski dikurangi.
Nah, dari pengurangan itu, kami terkena imbasnya. Yang tadinya sewa 10 unit, menjadi hanya 3 unit,” kata bos PT Bima Persada Gatot Koco ditemui di kantornya, Jalan Soekarno-Hatta, Km 7, Rabu (27/4).
Pertambangan merupakan sektor industri pengguna jasa terbesarnya. Meliputi crane, transportasi alat berat, dan alat penunjang tambang. Disusul minyak dan gas bumi (migas) dan konstruksi.
Selain unit yang disewa menyusut, rentang waktu penggunaan pun ikut turun. “Semula kontrak tahunan sekarang harian, mingguan, dan bulanan pun kami layani,” celetuknya. Padahal saat tambang batu bara di atas angin, permohonan rental kurang dari satu tahun ditolaknya.
Kondisi itu membuat omzetnya melayang 45 persen. Itu sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Di tengah tren yang serbaturun, perang tarif tidak terelakkan.
Pasalnya, berkurangnya frekuensi sewa, membuat pemain bisnis rental alat berat kian banyak. “Karena banyak alatnya yang menganggur, jadi berebut di sektor yang sama,” ulas penyuka olahraga rally ini.
Di tengah tidak kepastian tersebut, pihaknya menerapkan sistem pembayaran di awal. “Berapa pun harga sewa yang diminta; mau itu sewa harian, mingguan, atau bulanan; jadi asal dibayar di muka,” ucapnya menggebu.
Rupanya penurunan tersebut berbuntut panjang. Tak sedikit tagihan yang belum belum dibayarkan. Tak main-main jumlahnya, mencapai miliaran rupiah. “Kondisinya begini, kami bisa apa? Perusahaannya belum bisa bayar,” tuturnya menggebu.
Di tengah krisis kepercayaan atas sektor tertentu, ia berharap, pemerintah memberi panggung yang sama bagi pengusaha lokal.
“Boleh gandeng pengusaha luar untuk setiap proyek, tapi terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal,” harapnya. Untuk bisa bertahan, Gatot -sapaan akrabnya- pun beralih ke sektor lain yang bisa menjaga kelangsungan bisnisnya.
Gatot tidak sendiri. Bos PT Mulya Makmur Audy Novenda, perusahaan penyewaan alat berat khusus industri tambang, mengaku telah memarkirkan puluhan unitnya.
“Total ada 20 unit. Tapi sebagian sudah dijual, sebagian lagi ditahan. Harapannya kalau tambang pulih bisa dimaksimalkan lagi dan kalau harus tambah unit, bisa beli lagi,” ucapnya.
Tagihan mencapai miliaran rupiah pun hingga kini tak kunjung dibayar para rekanannya. “Saat ini memang belum bisa bayar, tapi masih ada niat. Kami tunggu saja,” ucapnya tenang.
Padahal, Audy belum lama mengecap manisnya keuntungan bisnis alat berat penunjang industri batu bara.
“Tahun pertama bagus. Masuk tahun kedua saat batu bara mulai turun, saat itu juga mulai perang tarif, tapi masih tetap. Rekanan minta harga miring,” jabarnya.
Beruntung saat merumahkan alat beratnya, tidak ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, seperti sewa parkir ataupun membayar kewajiban ke bank. “Kebetulan unit sudah lunas semua. Jadi kalau diparkir saja enggak ada masalah,” sambungnya ramah.
Daripada menanti yang tak pasti, ia pun kini beralih bisnis kuliner yang dirintisnya Maret lalu. “Kalau batu bara membaik, rental kami jalankan kembali,” pungkasnya.
Eksplroasi | Dian | Source