Eksplorasi.id – Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan rencana PT PLN yang akan mengakuisisi Pertamina Geothermal Energy (PGE) karena hal itu dinilai melanggar undang-undang.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Asman Natawijana di Jakarta, Jumat (5/8) menyatakan, sesuai UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, hanya organ perseroan, yakni Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi, yang boleh mengatur perseroan.
“Jadi, selain ketiga organ tersebut, dilarang turut campur urusan perseroan. Siapapun dilarang melakukan intervensi, termasuk pejabat kementerian sekalipun. Apalagi memerintahkan direksi untuk ini dan itu, termasuk mengakuisisi PGE. Jika itu terjadi, berarti sudah melanggar UU tersebut,” katanya.
Azam mengkhawatirkan, ada pihak-pihak yang diuntungkan dengan rencana akuisisi tersebut terlebih dalam kondisi harga produksi geothermal seperti saat ini.
Menurut dia, sangat aneh jika saat ini PLN ingin mengakuisisi PGE pasalnya, hingga kini, banyak persoalan yang belum diselesaikan BUMN tersebut. Berdasarkan catatan Komisi VI, kinerja mereka memang kurang bagus.
“PLN ngurus pekerjaan mereka sendiri yang di atas tanah saja belum selesai. Lalu mengapa tiba-tiba ingin mengakuisisi PGE? Ini kan aneh,” kata dia.
Menurut Azam, PLN sebaiknya berkonsentrasi pada tugas pokoknya.
Senada dengan itu anggota Komisi VI DPR Aryo Djojohadikusumo menilai rencana akuisisi PLN terhadap PGE justru akan menghabiskan likuiditas perseroan, sedangkan di sisi lain masih banyak pekerjaan mereka yang terbengkalai.
“Sangat tidak masuk akal. Itu akan menghabiskan aset untuk sesuatu yang bukan tanggung jawab PLN. Karena tanggung jawab PLN sebenarnya adalah memastikan listrik sampai ke daerah,” kata dia.
Menurut Aryo, lebih baik PLN mempergunakan likuiditas modalnya untuk menambah jaringan. Dia mencontohkan di DKI Jakarta, saat ini PLN masih kekurangan 50 travo lebih. Jadi, meski daya setrum ibu kota mengalami surplus 40 persen, tetap saja tegangan kerap tidak stabil.
“Jadi, daripada untuk mengakuisisi, lebih penting dan mendesak untuk membebaskan lahan dan bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk menambah travo jaringan,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Pusat kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno Salamuddin Daeng menduga, pengambilalihan Pertamina PGE merupakan upaya untuk menyingkirkan pertamina dari industri energi sekaligus melemahkan perusahaan tersebut dalam persaingan dengan perusahaan energi lainnya.
“Sebagaimana diketahui bahwa energi geotermal merupakan energi masa depan yang menjadi sasaran incaran investor swasta baik nasional maupun asing,” ujarnya.
Ia mengkhawatirkan aset PGE akan menjadi bancakan swasta dengan menggunakan tangan PLN.
“Cepat atau lambat aset yang berasal dari Pertamina PGE akan berpindah ke tangan swasta,” ujarnya.
Eksplorasi/Top