Eksplorasi.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta turun tangan untuk melakukan audit secara detail semua proses kerja tim teknis Ditjen Minerba Kementerian ESDM, terkait keluarnya rekomendasi izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Minggu (21/8).
Dia mengatakan, jika merujuk surat rekomendasi oleh dirjen Minerba atas nama menteri ESDM pada 9 Agustus 2015 atas permohonan PT Freeport Indonesia pada 27 Juni 2016, disebutkan bahwa dasar pertimbangan dirjen Minerba mengacu pada Permen ESDM No 5/2016 yang diterbitkan pada 5 Febuari 2016 oleh Menteri ESDM Sudirman Said saat itu.
“Jadi, semestinya paling lambat Kementerian ESDM harus menerbitkan izin rekomendasi ekspor kepada Freeport pada 19 Juli 2016. Alasannya sangat jelas disebutkan dipasal 7 , bahwa batasan waktu bagi dirjen Minerba harus sudah menjawab surat permohonan Freeport apakah disetujui atau ditolak mengacu pasal 7 ayat 2, yakni 20 hari sejak surat permohonan diterima dengan lengkap,” ungkap Yusri.
Baca juga :
- Skandal Izin Ekspor Konsentrat Freeport, Yusri Usman: Bambang Gatot Harus Berkata Jujur
- Ini Dokumen Surat Rekomendasi Izin Ekspor Konsentrat Freeport dari Kementerian ESDM
Kemudian, lanjut Yusri, dirjen semestinya langsung membentuk tim teknis yang mengevaluasi semua kewajiban Freeport. Misalnya, ketaatan menjalankan pengelolaan lingkungan soal baku mutu kualitas air dan udara, menyelesaikan semua kewajiban kepada negara menyangkut pajak, royalti, iuran tetap sebagai penerimaan negara setahun terakhir, serta tingkat kemajuan proses pembangunan pabrik pemurnian (smelter), dan kewajiban menempatkan jaminan..
“Hasil evaluasi tim tehnis atas verifikasi tersebutlah yang disampaikan kepada dirjen sebagai dasar pengambilan keputusan apakah layak diberikan rekomendasi ekspor atau ditolak. Faktanya, dirjen malah meningkatkan volume ekspor dari 1, 04 juta metrik ton menjadi 1, 4 juta metrik ton (perpanjangan ke 4),” jelas dia.
Menurut Yusri, seharusnya dirjen Minerba harus membuka ke publik semua hasil kerja tim teknis menyangkut semua kewajiban yang sudah dipenuhi Freeport, termasuk penempatan jaminan kesungguhan pembangunan smelter sebesar sekitar USD 120 juta, dan sudah berapa persen pembobotan kemajuan kerjanya.
“Sehingga tidak membuat publik terus bertanya apakah kasus ‘papa minta saham’ masih berlanjut sampai saat ini, atau bahkan dapat dicurigai dan diduga sudah bermetamorfosa menjadi ‘papa dapat saham’. Permen pada 9 Agustus lalu juga tidak mengamodir aturan yang bisa mengamankan potensi penerimaan negara lebih besar atas ketidak seriusan Freeport terhadap kewajiban divestasi saham sesuai ketentuan UU Minerba,” ujar dia.
Yusri berkomentar, jangan sampai publik mencurigai bahwa pembentuan Permen ESDM No 5/2016 lebih mementingkan Freeport ketimbang kepentingan nasional. Penjelasan secara transparan dan akuntabilitas sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk mengubah kesan kuat publik bahwa telah terjadi dugaan ‘main mata’ antara oknum pejabat dengan Freeport.
Reporter : Ponco Sulaksono
Caption : Gedung BPK | Istimewa