Eksplorasi.id – Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu mendesak pemerintah menghentikan pengembangan teknologi pembangkit listrik berbahan energi kotor batubara yang menjadi penyumbang 44 persen emisi karbon global.
“Banyak negara sudah meninggalkan pembangkit berbahan batubara seperti Cina dan India. Kenapa justru Indonesia menjerumuskan warga lewat polusi bakaran batubara?” kata Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah di Bengkulu, Kamis (25/8).
Dia mengatakan, hal itu terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu di kawasan Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu.
Pembangunan pembangkit dengan daya 2 x 200 MW tersebut bekerjasama dengan PT Pelindo II Bengkulu dengan kebutuhan batubara sebesar 1 juta ton per tahun.
Beni mengatakan, beberapa fakta tentang batu bara yang terbukti merusak dan menurunkan kualitas lingkungan dimulai dari aktivitas penambangan.
Penambangan batubara menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap tanah, sumber air, udara dan juga membahayakan kesehatan di sekitar pertambangan.
“Sungai Air Bengkulu yang tercemar berat akibat penambangan dan pencucian batu bara di wilayah hulu di Kabupaten Bengkulu Tengah menjadi bukti nyata,” kata dia.
Bagian terburuk, tambah Beni, adalah polusi udara dari pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik. Pembakaran batubara mengotori udara dengan polutan beracun seperti merkuri, timbal, arsenik yang menyusup ke dalam paru-paru warga.
Laporan penelitian Universitas Harvard, Amerika Serikat menyebutkan, dampak polusi udara dari PLTU batubara mengakibatkan kematian dini bagi 6.500 jiwa per tahun. Penyebab utama kematian dini tersebut yakni stroke, penyakit jantung iskemik, kanker paru-paru serta penyakit pernafasan dan kardiovaskular lainnya.
Oleh karena itu kata Beni, pemerintah daerah harus menutup pintu bagi investasi energi kotor dan membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi investasi energi terbarukan. “Bengkulu memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, mulai dari tenaga air, surya, panas bumi dan tenaga angin,” kata dia.
Pengembangan pembangkit tenaga panas bumi yang dikembangkan anak perusahaan PT Pertamina di Kabupaten Rejanglebong dan Lebong menurutnya patut didukung dengan meningkatkan pengawasan terhadap kawasan Hutan Lindung Bukit Daun di mana lokasi pembangkit tersebut dibangun.
Sumber : Antara