Eksplorasi.id – PT Adaro Energy Tbk per 31 Desember 2019 memiliki total utang yang harus dibayar (liabilitas) sekitar USD 3,23 miliar atau setara Rp 50,85 triliun (kurs Rp 15.725,50). Rinciannya, utang jangka pendek USD 1,23 miliar dan utang jangka panjang USD 2 miliar.
Berdasarkan catatan resmi laporan keuangan perseroan, total utang tersebut naik dibanding periode 31 Desember 2018 yang sebesar USD 2,76 miliar. Adaro Energy saat ini dipimpin oleh Garibaldi Thohir, kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir.
Per akhir 2019, tingkat likuiditas Adaro Energy tetap tinggi pada level USD 1,86 miliar, yang terdiri atas USD 1,58 milliar dalam bentuk kas, termasuk perolehan bersih dari penerbitan obligasi.
Lalu, sebesar USD 6 juta dalam bentuk aset keuangan yang tersedia untuk dijual dan USD 279 juta dalam bentuk fasilitas pinjaman yang belum dipakai.
Kemudian, pinjaman bank perseroan tercatat sebesar USD 1,06 miliar , atau turun 16 persen year on year (y-o-y) karena perseroan membayar pinjamannya secara berkala.
Berikutnya, utang bersih perseroan tercatat USD 375 juta, rasio utang bersih terhadap EBITDA operasional 12 bulan terakhir sebesar 0,31x dan rasio utang bersih terhadap ekuitas sebesar 0,09x.
Informasi lainnya, obligasi sebesar USD 750 Juta yang diterbitkan PT Adaro Indonesia, anak usaha Adaro Energy, bertenor lima dengan kupon 4,25 persen per tahun, akan jatuh tempo pada 2024. Obligasi ini dijamin oleh Adaro Energy dan terdaftar di Singapore Exchange Securities Trading Limited (SGX-ST) pada 1 November 2019.
Selanjutnya, pendapatan usaha perseroan tercatat 3,46 miliar pada 2019, atau turun empat persen dibandingkan 2018, terutama karena harga jual rata-rata yang turun 13 persen. Penurunan harga jual rata-rata diofset
dengan kenaikan sembilan persen (y-o-y) pada penjualan batubara menjadi 59,19 juta ton.
Perseroan juga mencatat peningkatan produksi tujuh persen menjadi 58,03 juta ton, atau melebihi panduan yang ditetapkan pada kisaran 54-56 juta ton. Kinerja operasional yang tinggi dan permintaan yang solid bagi batubara perseroan mendukung peningkatan ini.
Disebutkan pula bahwa beban pokok pendapatan perseroan naik tiga y-o-y menjadi USD 2,49 miliar , yang terutama disebabkan oleh kenaikan volume produksi pada 2019. Nisbah kupas gabungan perseroan mencapai 4,69x, atau lebih tinggi daripada panduan yang ditetapkan sebesar 4,56x.
Informasi lainnya, biaya kas per ton batubara (tidak termasuk royalti) turun empat persen y-o-y seiring peningkatan produksi secara y-o-y, penuruan nisbah kupas, serta penurunan biaya bahan bakar y-o-y. Lainnya, total konsumsi bahan bakar naik lima persen menyusul kenaikan volume produksi y-o-y. Sementara itu, harga bahan bakar per liter turun lima y-o-y.
Penjelasan lain, royalti yang dibayarkan perseroan kepada pemerintah satu persen y-o-y menjadi USD 383 juta karena adanya kenaikan volume penjualan secara y-o-y.
Tunda RUPST
Di satu sisi, Adaro Energy menunda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang semula akan digelar pada 22 April nanti hingga waktu yang akan ditentukan kemudian, karena adanya pandemi Corona Covid-19.
“Perseroan saat ini terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan sedang mempertimbangkan jika dimungkinkan untuk menyelenggarakan RUPST melalui mekanisme pemberian kuasa secara elektronik dengan menggunakan sistem e-RUPS yang disediakan oleh KSEI,” dikutip dari situs resmi perseroan.
Sementara itu, total aset perseroan mengalami kenaikan menjadi USD 7,22 miliar, lebih tinggi dua persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Aset lancar naik 32 persen menjadi USD 2,11 miliar, sedangkan aset non lancar turun enam persen menjadi USD 5,11 miliar year on year.
Kemudian, pada akhir 2019, kas perseroan naik 70 persen menjadi USD 1,58 miliar. Berikutnya, per akhir 2019, properti pertambangan perseroan turun 33 menjadi USD 1,53 miliar dari USD 2,3 miliar. Penurunan ini diakibatkan karena Adaro Energy tidak lagi mengkonsolidasikan salah satu aset pertambangan batubara di Kalimantan Timur.
Anak Usaha
Situs resmi perseroan mencatat, Adaro Energy memiliki sejumlah anak usaha, di antaranya Adaro Energi, yang merupakan perusahaan pertambangan terbesar Grup Adaro yang beroperasi di Kabupaten Tanjung, Provinsi Kalimantan Selatan di bawah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Perjanjian tersebut valid sampai 2022 dengan hak untuk memperpanjang periode kontrak. Pada 17 Januari 2018, Adaro Indonesia dan Kementerian ESDM meneken amandemen PKP2B yang mengandung penyesuaian terhadap ketentuan PKP2B dalam rangka mematuhi ketentuan UU No 4/2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai persyaratan yang dinyatakan dalam pasal 169 UU tersebut.
Kepemilikan Adaro Indonesia terdiri atas Electricity Generating Authority of Thailand International Company Limited (EGATi), perusahaan listrik negara Thailand, dan PT Alam Tri Abadi, anak perusahaan PT Adaro Energy Tbk, masing-masing dengan porsi 11,5 persen dan 88,5 persen.
Anak usaha lainnya adalah PT Semesta Centramas (SCM), PT Laskar Semesta Alam (LSA), dan PT Paramitha Cipta Sarana (PCS) (Balangan Coal Companies), di mana masing-masing memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dengan jumlah total 7.500 hektare (ha), yang meliputi deposit Balangan Coal Companies. Adaro Energy memegang kepemilikan 75 persen atas masing-masing perusahaan ini.
Pada 2018, konsesi ini memproduksi 4,70 metrik ton batubara, atau naik 46 persen dari angka produksi 2017 yang tercatat mencapai 3,21 metrik ton. Total pengupasan lapisan penutup tercatat 18,34 Mbcm, atau naik 138 persen dari 7,70 Mbcm pada 2017, sehingga nisbah kupas mencapai 3,90x.
Kemudian, Adaro MetCoal Companies (AMC) mewakili sekelompok yang terdiri atas tujuh perusahaan yang memegang PKP2B untuk tujuh area konsesi di Provinsi Kalimantan Tengah dan Timur. Cekungan Batubara Maruwai, lokasi ketujuh PKP2B ini, mengandung deposit batubara metalurgi terbesar di dunia, yang relatif belum dikembangkan.
Saat ini, sumber daya batubara metalurgi yang dinaungi PKP2B ini mencapai 1,27 miliar ton (Bt) dengan cadangan mencapai 54,4 Mt. Pada 2018, AMC memproduksi batubara kokas semi lunak sebanyak 1,01 Mt dari Lahai, satu-satunya konsesi yang sudah operasional di antara ketujuh konsesi.
Angka produksi ini 12 persen lebih tinggi daripada 2017. Pengupasan lapisan penutup pada tahun yang sama mencapai 8,74 Mbcm, atau naik 52 persen dibandingkan 2016, yang menghasilkan nisbah kupas 8,61x. Peningkatan ini diakibatkan oleh kenaikan aktivitas eksplorasi yang dilakukan di konsesi AMC. Total penjualan batubara di tahun ini tercatat sebesar 0,85 Mt, atau naik 15 persen dari tahun 2017.
Lalu, PT Mustika Indah Permai (MIP) dan PT Bukit Enim Energi (BEE). Adaro Energy memiliki porsi kepemilikan 75 persen atas MIP, yang memegang IUP untuk konsesi batubara seluas 2.000 ha di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
Menurut laporan JORC pada 2018, MIP memiliki sumber daya terkira sebanyak 287,5 Mt dan cadangan sebanyak 254 Mt untuk batubara peringkat 4.292 kkal/kg (GAR). Batubara MIP memiliki karakteristik kandungan polutan rendah yang mirip dengan Envirocoal AE dengan kandungan sulfur dan abu yang relatif rendah.
Adaro Energy berencana untuk memulai operasi MIP pada akhir tahun 2019, tergantung situasi pasar dan dengan SIS sebagai kontraktor pertambangan utamanya.
Di BEE, Adaro Energy memiliki kepemilikan dengan porsi 61,04 persen. BEE memegang IUP untuk area seluas sekitar 11.130 ha yang mengandung formasi batubara Muara Enim sekitar 150 km di sebelah barat daya Palembang dan 50 km di sebelah timur konsesi MIP.
Berikutnya, PT Bhakti Energi Persada (BEP) yang memiliki 15 anak perusahaan, yang tujuh diantaranya memiliki IUP atas area pertambangan seluas sekitar 34 ribu ha yang belum dikembangkan di Kabupaten Muara Wahau, Kalimantan Timur, sekitar 250 kilometer di utara Balikpapan dan 120 kilometer ke pantai.
Sumber daya JORC untuk area konsesi ini diperkirakan mencapai 7,96 miliar ton, yang menjadikannya salah satu deposit batubara termal peringkat rendah dan berkadar polutan rendah yang terbesar di Kalimantan Timur.
Adaro Energy memiliki porsi 10,22 persen atas BEP, dan pada 2012 Adaro Energy meneken perjanjian pinjaman konvertibel dan subskripsi saham dengan opsi untuk memberikan pinjaman kepada BEP sampai USD 500 juta, yang dapat dialihkan menjadi sampai 51 persen kepemilikan atas BEP (Opsi Satu), dan perjanjian opsi untuk mengakuisisi saham BEP dari para pemegang saham mayoritasnya dengan menawarkan saham AE yang baru diterbitkan (Opsi Dua). Kedua opsi ini valid sampai 2021.
Pada 1 Agustus 2018, Adaro Energy bersama EMR Capital Ltd (EMR), private equity manager spesialis bidang pertambangan, melengkapi akuisisi terhadap kepemilikan Rio Tinto atas Kestrel Coal Mine (Kestrel) yang meliputi porsi 80 persen.
EMR dan AE akan mengelola dan mengoperasikan tambang Kestrel bersama-sama. Setelah rampungnya transaksi ini, pemegang saham Kestrel terdiri dari Kestrel Coal Resources Pty Ltd (80 persen) dan Mitsui Coal Australia (20 persen). Kestrel Coal Resources Pty Ltd merupakan perusahaan patungan yang dibentuk EMR (52 persen) dan AE (48 persen).
Kestrel memproduksi batubara kokas yang memiliki volatilitas serta fliditas tinggi, kualitas yang dicari oleh pelanggan premium di pasar seaborne. Kestrel menjual mayoritas batubaranya menggunakan kontrak jangka panjang ke pabrik-pabrik baja di pasar Asia dan Eropa.
Kestrel merupakan aset kelas dunia yang memiliki cadangan batubara yang dapat dipasarkan sebesar 150,7 Mt dan sumber daya sebesar 430,7 Mt (per 1 Desember 2018). Pada 2018, Kestrel mencatat produksi batubara yang dapat dijual sebesar 4,76 Mt dan total penjualan batubara sebesar 4,8 Mt.
Data produksi ini mewakili total produksi keseluruhan Kestrel. Pada 2019, Adaro Energy memerkirakan pertumbuhan 40 persen pada produksi batubara yang dapat dijual dan bahwa peningkatan volume ini akan diserap pasar dengan baik.
Reporter : Sam.