Eksplorasi.id – Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno pada 19 Juli lalu meneken surat bernomor SR-481/MBU/07/2019 perihal pembentukan holding BUMN sarana dan prasarana perhubungan udara.
Dalam dokumen surat yang salinannya diperoleh Eksplorasi.id, terutama poin 3 butir c, terungkap, akan ada pengambilalihan saham PT Pertamina (Persero) pada PT Pelita Air Service (PAS) oleh PT Angkasa Pura (AP) II (Persero).
Direktur Eksplorasi Institute Heriyono Nayottama mengatakan, pada poin 1 ditulis bahwa pembentukan holding BUMN sarana dan prasarana perhubungan udara merupakan kebijakan yang menjadi prioritas Kementerian BUMN pada 2019.
“Surat itu menjelaskan, hal itu merupakan implementasi Roadmap BUMN 2015-2019 dalam rangka menjadikan BUMN sebagai agen pembangunan yang lebih efektif,” kata dia di Jakarta, Selasa (30/7).
Penegasan Heriyono, ketika PAS diambilalih oleh AP II itu sama saja mengkerdilkan peran Pertamina dengan alasan kembali ke inti bisnis.
“Kalau misalnya pola pikirnya seperti itu, kenapa tidak semua BUMN energi dimasukkan ke dalam Pertamina? Misalnya PT PLN (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk (Persero) semuanya dimasukkan menjadi anak usaha Pertamina?” jelas dia.
Heriyono mempertanyakan peran Nicke Widyawati sebagai direktur utama (dirut) Pertamina yang kini seakan ‘pasrah’ setiap anak usahanya dipreteli secara perlahan.
“Meskipun itu kebijakan pemerintah sebagai pemegang saham tertinggi Pertamina, semestinya dia (Nicke Widyawati) juga bisa memberikan masukan secara komprehensif kepada pemerintah,” ujar dia.
Menurut Heriyono, pemberian alasan bukan berarti membangkang akan kebijakan pemerintah. Diammnya Nicke, lanjut dia, seakan membuktikan bahwa Nicke tidak memahami visi dan sejarah pembentukan Pertamina. “Bukan berarti dia (Nicke) harus terus menerus menurut kebijakan pemerintah ketika ada kebijakan yang melenceng,” tegas dia.
Dia menambahkan, diamnya Nicke seakan menjadi bukti bahwa dirinya ‘tersandera’ dengan kasus yang kini menjadikannya sebagai saksi dalam kasus PLTU Riau 1, saat dia menjabat sebagai direksi PLN.
Reporter: Sam.