Eksplorasi.id – Kebijakan menteri ESDM telah menunjuk PT Bumi Siak Pusako (BSP) sebagai operator tunggal pengelola Blok Wilayah Kerja CPP (Coastal Plains Pekanbaru) dianggap aneh.
Bahkan penunjukan itu patut dicurigai sarat kepentingan dan sangat membahayakan target produksi minyak nasional.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Kamis (8/11).
“Sikap mundurnya PT Pertamina (Persero) dalam penawaran itu patut dipertanyakan. Bahkan alasan Pertamina menolak juga terkesan direkayasa supaya masuk akal,” kata dia.
Menurut Yusri, pihak manajemen Pertamina saat ini terkesan menolak mengelola Blok CPP tanpa memertimbangkan kepentingan nasional dalam menjaga produksi minyak nasional.
“Padahal dengan tetap hadirnya Pertamina dalam Badan Operasi Bersama (BOB) itu diharapkan bisa meningkatkan produksi Blok CPP,” ujar dia.
Penjelasan Yusri, sebelumnya PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha Pertamina, pada 9 Mei 2018 telah mengajukan proposal penawaran, setelah 4 hari PT BSP mengajukan penawaran pada 4 Mei 2018.
“Seharusnya Pertamina sebagai BUMN yang bertanggung jawab dalam meningkatkan produksi minyak nasional tidak mudah mundur dengan alasan apapun,” jelas dia.
Komentar Yusri, kemampuan BUMD PT BSP sangat diragukan kemampuan dari sisi teknikal dan pembiayaan dalam mengelola Blok CPP.
Sekedar informasi, sejak Agustus 2002 Blok CPP dialihkan kelolanya oleh menteri ESDM dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada BOB antara PT Pertamina Hulu dengan PT BSP.
Saat itu produksi minyak Blok CPP sekitar 42 ribu barel per hari (bph). Namun, saat ini produksinya hanya tinggal sekitar 11 ribu bph, turun sekitar 75 persen terhitung dari saat diambilalih.
Pada awal operasinya 1971, Blok CPP bahKn produksinya mendekati 100 ribu bph. “Artinya BOB BSP dan Pertamina dapat dikatakan telah gagal mengelola minyak Blok CPP,” kata Yusri.
Blok CPP dikelola 100 persen oleh PT BSP dengan adanya keputusan menteri ESDM yang dikeluarkan pada 7 November 2018, setelah Pertamina menyatakan mundur dari penawarannya.
“Alasan Pertamina mundur karena faktor keekonomian dan teknikal, bukan karena skema gross split. Hal itu seperti dikatakan Mediawati sebagai Senior Vice President Strategic Planing and Operation Evaluation Pertamina pada Rabu (7/11/),” ucap Yusri.
Komentar Yusri, sangat aneh dan lucu sikap Kementerian ESDM yang dengan mudah setuju saja dengan kondisi yang ada menyerahkan Blok CPP ke PT BSP tanpa berupaya mencari solusi yang benar sesuai Peraturan Menteri ESDM No 23/2018.
Solusi itu yakni dengan melakukan proses lelang terbuka untuk mendapat operator kredibel. “Ini dengan mudahnya malahan Kementerian ESDM memutuskan PT BSP sebagai operator tunggal,” jelasnya.
PT BSP mengelola Blok CPP dengan hak partisipasi sebesar 100 persen, bonus tanda tangan sebesar USD 10 juta, dan Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar USD 130,41 juta.
“Tidak salah kalau publik menduga ada faktor lain yang mengakibatkan Pertamina mundur dari Blok CPP. Ada kesan ada elite kekuasaan di belakang investor besar yang akan masuk untuk menggantikan posisi Pertamina,” tegas Yusri.
Reporter: Sam