Eksplorasi.id – Pengangkatan Archandra Tahar sebagai wakil menteri (wamen) ESDM oleh Presiden Joko Widodo ternyata diketahui tidak melanggar UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara, terutama pasal 10.
Berdasarkan penelusuran Eksplorasi.id, pada 5 Juni 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa penjelasan pasal 10 UU No 39/2008 bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, penjelasan tersebut pun tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hal itu tertuang dalam amar Putusan No 79/PUU-IX/2011. Menurut Majelis Hakim yang diketuai oleh Moh Mahfud MD saat itu, Hakim Konstitusi menyatakan penjelasan pasal 10 menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena, posisi wakil menteri merupakan pejabat karier dan bukan anggota kabinet.
“Itu tidak sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat 1 UU No 39/2008. Menurut pasal itu, susunan organisasi kementerian terdiri dari Menteri, Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal,” kata Mahfud MD kala itu.
Dia pun kemudian menyatakan, “Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon sebagian. Penjelasan pasal 10 UU No 39/2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”
Menurut Hakim Konstitusi, apabila wakil menteri ditetapkan sebagai pejabat karier, maka tidak ada posisinya dalam susunan organisasi kementerian.
Sebagai pejabat karier, maka wakil menteri melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya. Tidak serta merta dengan berakhirnya masa jabatan presiden.
“Jika wakil menteri diangkat sebagai pejabat politik yang membantu menteri, maka masa jabatannya berakhir bersama periode jabatan presiden yang mengangkat. Di sinilah letak komplikasi legalitas. Timbulnya kekacauan implementasi dari ketentuan penjelasan pasal 10,” kata hakim konstitusi Achmad Sodiki.
Baca juga :
Lebih lanjut, MK memerintahkan presiden untuk memperbaharui Keputusan Presiden tentang pengangkatan wakil menteri, sehingga menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif presiden dan tidak lagi mengandung ketidakpastian hukum.
Sekedar informasi, saat itu pasal 10 tersebut diuji materikan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK). Mereka menolak keberadaan wakil menteri yang diangkat dengan menggunakan dasar pasal 10 UU No 39 Tahun 2008.
Saat melakukan pengangkatan disebutkan bahwa presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu saat terdapat beban kerja, yang membutuhkan penanganan secara khusus.
Selain Mahfud MD sebagai ketua majelis hakim dan Achmad Sodiki sebagai anggota majelis hakim, amar keputusan itu juga ditandatangani oleh majelis hakim Muhammad Alim, Harjono, Maria Farida Indrati, M Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdam Zoelva, dan Anwar Usman, dengan panitera pengganti Ida Ria Tambunan.
Berikut ini link salinan resmi amar putusan tersebut : http://www.bphn.go.id/data/documents/putusan_79-puu-x-2011_(kementerian_negara).pdf
Reporter : Diaz