Eksplorasi.id – Sumber energi fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara merupakan energi yang akan habis. Sedangkan energi baru terbarukan (EBT) tidak akan habis dan menjadi alternatif energi di banyak negara.
Bahkan, negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Eropa, sudah gencar mengembangkan EBT. Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini, dari potensi EBT yang dimiliki Indonesia 801,2 Gigawatt (GW), yang dimanfaatkan baru mencapai 1%, atau sekitar 8,66 GW. Padahal, cadangan energi fosil Indonesia makin menipis.
“Arab Saudi saja sudah bikin yang minyaknya belum habis-habis, Uni Eropa yang minyaknya nggak habis dalam 250 tahun saja sudah bikin, Kanada juga begitu minyak sama gasnya kan berlimpah, tapi mereka EBT-nya malah 40%,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Rida Mulyana.
Rida menambahkan, saat ini pemerintah terus fokus mengembangkan EBT, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLTB).
“Semuanya kita fokus kembangkan yang sudah implementatif artinya tidak pilot project kita genjot semuanya ada PLTP, PLTMH, PLTS, dan PLTB,” tutur Rida.
Di Indonesia, cadangan energi fosil semakin menipis. Cadangan terbukti minyak bumi hanya 3,6 miliar barel, bakal habis dalam 13 tahun lagi dengan asumsi produksi 288 juta barel per tahun. Cadangan terbukti gas bumi saat ini 100,3 TSCF, hanya akan bertahan sampai kurang lebih 34 tahun lagi dengan asumsi produksi 2,97 TSCF per tahun.
Karena itu, ‘harta karun’ EBT harus segera dioptimalkan untuk menggantikan energi fosil. Bila terus bergantung pada energi fosil, Indonesia bakal mengalami krisis energi dalam waktu 2-3 dekade mendatang.
Eksplorasi | Aditya | Antara