Eksplorasi.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang menjadikan cadangan minyak dan gas bumi sebagai aset jaminan bagi kontraktor untuk modal eksplorasinya. Rencananya, usulan tersebut akan dimasukkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang menjadikan cadangan minyak dan gas bumi sebagai aset jaminan bagi kontraktor untuk modal eksplorasinya. Rencananya, usulan tersebut akan dimasukkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengungkapkan, usulan tersebut memang datang dari PT Pertamina (Persero). Yaitu aset hulu migas yang besar itu dapat menjadi leverage atau jaminan untuk mendapatkan pinjaman. “Itu bagus. Sedang kami bahas dan masuk daftar dalam pembahasan revisi UU Migas,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/8).
Revisi UU Migas menjadi salah satu fokus Menteri ESDM Arcandra Tahar. Aturan ini memang harus diperbaiki karena era migas saat ini sudah berubah dan tantangan yang dihadapi sekarang berbeda dengan kondisi dan asumsi yang dipakai sewaktu beleid itu dibuat. Menurut Arcandra, UU Migas yang baru harus bisa menjawab kondisi migas saat ini. Sebab, era ladang minyak besar dengan kondisi geologi mudah dan ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai, sekarang sudah berlalu.
Saat ini adalah era lapangan marjinal, lepas pantai termasuk laut dalam, tight dan shale oil dan gas, serta Enhanced Oil Recovery. “Era baru ini diperparah oleh lokasi yang terpencil dan infrastruktur yang minim,” kata dia.
Di sisi lain, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ramson Siagian mengatakan, belum ada pembahasan mengenai aset hulu migas. Tapi untuk mengetahui status cadangan migas, harus mengetahui dahulu kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina di RUU Migas.
Saat ini, RUU Migas masih dalam tahap pembahasan internal di Komisi VII. “Ini sedang kami bahas. Jadi Pertamina nanti bagaimana, SKK Migas apakah akan dihapus dan bergabung di Pertamina. Jadi kalau kelembagaan tidak jelas, tidak bisa (aset dijadikan jaminan utang),” kata dia.
Pertamina memang menginginkan pencatatan cadangan migas dimasukkan ke dalam aset perusahaan. Selama ini cadangan migas tersebut di bawah SKK Migas.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang pernah mengatakan, dengan memasukkan cadangan migas dalam neraca keuangan, akan membuat aset Pertamina semakin besar. Ini akan membuat Pertamina memiliki ruang yang lebih besar untuk mendapatkan pinjaman atau utang. “Pertamina bisa buka kredit (utang) lagi kalau cadangan nasional itu dikapitalisir masuk neraca Pertamina,” kata dia.
Ahmad mengatakan dana tersebut bisa digunakan sebagai modal perusahaan untuk berinvestasi bangun kilang dan menggarap proyek-proyek hulu migas. Dana ini juga bisa digunakan untuk mengimpor minyak atau bahan bakar minyak (BBM) kebutuhan dalam negeri.
Konsumsi minyak di Indonesia saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari dan akan terus meningkat. Sementara produksi Indonesia hanya 800.000 barel per hari,dan sedang mengalami tren penurunan. Ini membuat Indonesia harus melakukan impor minyak yang cukup besar. Pertamina pun memerlukan dana besar untuk melakukan impor ini.
Eksplorasi | Aditya