Eksplorasi.id – Presiden Joko Widodo harus secepatnya mengangkat menteri ESDM yang baru pengganti Archandra Tahar. Archandra dicopot oleh presiden akibat skandal dwi kewarganegaraan.
“Bahkan, kalau bisa dalam satu dua mingggu ini. Lebih cepat lebih baik. Jika belum ada menteri ESDM definitif, pembahasan RAPBN 2017 akan terhambat,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Rabu (17/8).
Yusri berkomentar, banyak kebijakan sektor energi penting yang harus diputuskan oleh menteri ESDM defenitif, yang keputusannya tidak boleh diambil oleh pelaksana tugas (Plt) menteri.
“Misalnya penentuan harga minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ ICP) dan persetujuan usulan rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) oleh KKKS melalui SKK Migas,” jelas dia.
Di satu sisi, Yusri menambahkan, semestinya sebelum presiden memilih dan mengangkat Archandra sebagai menteri ESDM, kenapa terlebih dahulu tidak dilakukan pelacakan rekam jejak.
“Presiden bisa mencontoh saat pembentukan kabinet pertama, di mana kepala negara melibatkan banyak institusi, seperti BIN, KPK, hingga PPATK,” ujar dia.
Anehnya, lanjut Yusri, hal yang sudah baku tersebut terkesan tidak dilakukan yang menyebabkan presiden salah mengambil langkah dan menyebabkan tercorengnya istana.
Dia mencontohkan, untuk memilih pejabat pada level dirjen dan direksi BUMN strategis saja melalui pembahasan yang panjang sebelum akhirnya diputuskan oleh TPA (Tim Penilai Akhir).
Di era pemerintahan SBY, jelas Yusri, TPA dipimpin oleh Budiono selaku wakil presiden yang dibantu oleh sekretaris kabinet. “Dalam kasus ini, Sekretaris Negara yang harus paling diminta pertanggungjawabannya,” ungkap dia.
Semestinya, imbuh Yusri, skandal tersebut tidak terjadi apabila mekanisme yang sudah ditetapkan tidak dilanggar. Apalagi pada pemerintahan saat ini banyak lembaga yang berada di belakang presiden, mulai dari Kantor Staf Presiden (KSP) hingga staf khusus presiden.
“Dulu lembaga itu tidak ada. Sekarang ada malah bikin kacau dan memalukan presiden. Saya menduga saat ini di belakang presiden banyak orang yang tidak paham tata kelola pemerintahan,” ujar dia.
Menurut Yusri, Archandra adalah korban dari lembaga yang dikelola secara tdk profesional. “Harus diusut siapa yang mengajukan nama Archandra serta memotong semua birokrasi yang ada. Orang seperti itu harus segera dikeluarkan dari lingkaran istana dan presiden. Bikin malu negara dan presiden, bahkan kalau perlu dipidana orang yang merekomendasikan nama Archandra,” tegas dia.
Eksplorasi | Heri