Eksplorasi.id – PT PLN (Persero) dihimbau oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera beralih dari penggunaan minyak ke gas.
Anggota BPK Achsanul Qosasi mengatakan, mekanisme penggunaan minyak, dalam hal ini solar yang digunakan untuk pembangkit, sangat rawan dan dikendalikan mafia.
“Bagi pembangkit yang sudah ada pasokan gas, segera gunakan untuk efisiensi. Tinggalkan minyak atau solar karena mekanisme yang rumit dan rentan mafia,” tegas dia di Jakarta, Rabu (5/4).
Penjelasan Achsanul, PLN saat ini harus efisien. Dirinya berharap inefisiensi yang terjadi beberapa waktu lalu segera dibenahi.
“PLN ada kesalahan manejemen lama. Ketika itu membangun dan memproduksi listrik berbasis solar. Itu tindakan yang tidak efisien,” jelas dia.
Menurut Achsanul, PLN pun harus mengurangi pembangkit listrik yang saat ini masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan segera dialihkan ke batubara dan gas, kecuali di beberapa daerah yang memang kesulitan pasokan barubara dan gas.
“PLN diberi tangungg jawab menggarap proyek 35 ribu MW, jangan sampai proyek fast track program pertama (FTP-1) 10 ribu MW terulang kembali pada proyek 35 ribu MW,” ujar dia.
Dia mengungkapkan, pada FTP-1 saat ini hanya 48 persen yang berfungsi menyumbang kapasitas pasokan listrik. Ironisnya, BPK juga menemukan saat ini pembangkit-pembangkit solar rata-rata sudah rusak.
Pasalnya, pihak pemasok dari Cina hanya menjual mesin dan suku cadang, sedangkan untuk pemelihataan tidak tersedia.
“Sehingga terjadi kanibalisasi dan pemborosan keuangan negara. Bahkan pemasoknya sudah tidak bisa dihubungi, sehingga PLN kebingungan dan harus menggantinya dengan pembangkit lain,” ungkap dia.
Di satu sisi, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK-RI Nomor: 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tertanggal 16 September 2011, salah satunya menemukan inefisiensi dalam penggunaan bahan bakar untuk produksi listrik.
Ditemukan delapan pembangkit yang seharusnya dioperasikan menggunakan bahan bakar gas, tapi justru menggunakan bahan bakar minyak yakni high speed diesel (HSD) atau solar.
Misalnya,pembangkit Tambak Lorok pada 2009 inefisiensi Rp 2,71 triliun dan pada 2010 inefisiensi Rp 2,61 triliun, pembangkit Tanjung Priok inefisiensi Rp 5,08 triliun pada 2009, sedangkan pada 2010 inefisiensi Rp 6,23 triliun.
“Dari delapan pembangkit dalam laporan BPK tersebut, PLN kehilangan kesempatan untuk melakukan penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp 17,9 triliun pada 2009 dan Rp 19,6 triliun pada 2010. Ini jangan sampai terulang, jangan ada lagi pembangkit PLN yang salah minum,” tegas Achsanul.
Reporter : Inka