Eksplorasi.id – Keuntungan besar yang diraih PT Pertamina (Persero) dari menjual BBM subsidi dikritik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Bahkan, BPK menilai semestinya Pertamina sudah jauh hari menurunkan harga BBM subsidi di tengah merosotnya harga minyak mentah dunia.
“Harga minyak dunia yang rendah seharusnya bisa jadi pertimbangan Pertamina untuk menekan lagi harga BBM. Ini bertujuan mendorong perekonomian masyarakat,” kata anggota VII BPK Achsanul Kosasih di Jakarta, Jumat (30/9).
Achsanul menegaskan, tidak sepantasnya Pertamina menangguk untung besar dari penjualan BBM subsidi, di mana rakyat yang harus membayar mahal.
Seperti diketahui, Pertamina dalam laporan keuangan semester I 2016 meraup untung dari penjualan BBM subsidi sebesar Rp 8,3 triliun. Hal itu dinilai sangat besar untuk kondisi harga minyak dunia yang masih fluktuatif, bahkan cenderung rendah.
Keuntungan Rp 8,3 triliun tersebut merupakan 84,61 persen dari total keuntungan yang diraih perusahaan migas pelat merah tersebut pada semester I 2016 yang mencapai USD 755 juta dolar atau setara Rp 9,81 triliun (kurs Rp 13 ribu).
Untung besar dari BBM subsidi itu diperoleh dari pelaksanaan public service obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, elpihi 3 kg, solar dan premium non-Jamali).
Rinciannya, keuntungan penjualan BBM PSO dan penugasan USD 637 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun. Lalu dari LPG 3 kg sebesar USD 117 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun.
Laba usaha BBM PSO ini 449,9 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Tingginya kenaikan laba disebabkan rendahnya biaya produk.
Ini sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan harga rata-rata minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Sekedar informasi, realisasi ICP di semester I 2016 hanya USD 36,16 per barel, jauh di bawah RKAP Pertamina sebesar USD 50 per barel. Rendahnya ICP alias modal harga minyak berbanding terbalik dengan penjualan BBM dan elpiji yang tinggi.
Pertamina pun mampu mengantongi EBITDA sebesar USD 4,1 miliar, dengan EBITDA margin 23,9 persen atau 128 persen dari RKAP yang dirancang perusahaan.
Reporter : Ponco Sulaksono
Kok aneh BPK spt DPR aja komentar ttg Pertamina untung kok report emangnya Pertamina punya siapa ? Kan bisa untuk memperbaiki Refinery nya dan tata niaga serta kegiatan hulu serta transportasi kapal tanker dll.