Eksplorasi.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berdasarkan hasil audit energi menyebut efisiensi konsumsi energi sektor industri dan rumah tangga berpotensi untuk menunda kebutuhan pembangunan pembangkit listrik baru hingga 6.951 Mega Watt (MW) dalam satu dekade ke depan.
“Dari hasil audit energi yang dilakukan Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE-BPPT) tersebut artinya Pemerintah dapat menghemat pengeluaran untuk pembangunan pembangkit sebesar Rp190 triliun, dengan asumsi anggaran tersebut untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap dari batubara,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT Andhika Prastawa dalam media gathering Kedeputian Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT di Jakarta, Selasa.
Angka penghematan, menurut dia, juga akan disumbang dari bahan bakar batubara yang berkurang 32 juta ton per tahun atau setara dengan Rp16,5 triliun. Belum lagi biaya eksternalitas yang dapat dihindari akibat pencemaran udara dari PLTU batubara diperkirakan sebesar Rp2,4 triliun dalam bentuk “avoided cost” biaya kesehatan masyarakat serta akibat lain dari pencemaran udara.
Pada 2014, ia mengatakan konsumsi listrik terbesar datang dari sektor rumah tangga mencapai hingga 84.086 GWh atau 42,34 persen dari total konsumsi listrik nasional yang mencapai 198.601,78 GWh. Sedangkan sektor industri mencapai 33,19 persen atau 65.908,68 GWh, bisnis 18,27 persen atau 36.282,42 GWh, dan 6,21 persen atau 12.324,21 GWh dari pemerintahan dan sosial.
Kebijakan yang mendorong produksi dan penggunaan produk peralatan rumah tangga berlabel hijau (green labeling) yang berarti hemat energi untuk peralatan listrik, menurut Andhika, harus mulai ada. Sehingga harapannya, bagi produsen, akan berusaha membuat inovasi-inovasi baru produk hemat energi dan ramah lingkungan, sedangkan bagi konsumen akan cermat memilih produk yang ramah lingkungan.
Hasil penelitian awal BPPT menunjukkan bahwa estimasi penghematan energi listrik dengan menerapkan pemberlakuan label tingkat hemat energi pada sektor rumah tangga mencapai sekitar tiga hingga persen. Artinya total penghematan dengan penerapan kebijakan ini dapat mencapai 2.500 GWh, sehingga dengan harga listrik rata-rata Rp940 per kWh maka total biaya yang dapat dihemat mencapai Rp2,3 triliun per tahun.
“Sedangkan penghematan energi listriknya setara dengan pengurangan pembangkit lisrik sebesar 751 MW,” ujar Andhika.
Sementara itu, ia mengatakan untuk sektor industri, beberapa teknologi seperti peralatan listrik yang hemat energi dan manajemen penggunaan energi dapat diperkenalkan untuk mengurani konsumsi listrik tanpa harus mereduksi kualitas dan kuantitas produk.
Selain itu, lanjutnya, perlu mendorong kewajiban industri ataupun pengelola gedung komersial yang menggunakan energi sama atau lebih besar dari 6.000 TOE (setara barel minyak) agar menerapkan manajemen energi dan melakukan audit energi berkala.
Sebagai gambaran jika pada sektor industri apabila upaya minimal (no/low investment cost) dilakukan maka akan memberikan penghematan sebesar lima persen pada 2014. Penghematan listrik tersebut setara dengan pembangunan pembangkit listrik 6.200 MW.
BPPT, menurut dia, sudah mengkomunikasikan hasil audit energi ini kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), namun demikian masih banyak tantangan nonteknis dalam upaya efisiensi energi, salah satunya soal pembelajaran publik.
“Rekomendasinya ya intervensi peralatan listrik dengan investasi tambahan untuk hemat energi bagi produsen. Namun sebenarnya (investasi tambahan yang dikeluarkan) itu akan terbayar dengan penghematannya,” ujar Andhika.
Cara lain untuk menjalankan efisiensi khususnya di sektor rumah tangga, Kepala Bidang Kelistrikan B2TKE-BPPT Dirman mengatakan dengan memperbanyak jumlah alat rumah tangga dengan label hijau. Sejauh ini produk lampu yang sudah ada, dan BPPT mencoba mendorong jumlah produk dengan label hijau untuk kulkas, rice cooker, penyejuk udara, televisi dengan berperan dalam hal uji produk dengan mempersiapkan laboratorium uji untuk label hijau sesuai standar nasional dan internasional.
Eksplorasi | Liputan6 | Aditya