Eksplorasi.id – Perusahaan asal Rusia yang menjadi mitra PT Pertamina (Persero) untuk mengembangkan kilang di Tuban, Jawa Timur, Rosneft Oil Co, akan menjual sebagian sahamnya ke investor dari Cina dan India. Rosneft merupakan perusahaan BUMN milik Pemerintah Rusia.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Pemerintah Rusia akan melepas 19,5 persen saham perusahaan tersebut karena Presiden Rusia Vladimir Putin membutuhkan pendanaan besar. Dana yang dibutuhkan Putin itu untuk memenuhi belanja negara, sebelum pemilihan umum digelar dua tahun mendatang.
Pemerintah Rusia berharap bisa meraup dana segar sekitar RUB 700 miliar, atau setara USD 11 miliar dari penjualan saham Rosneft tersebut. Bila terealisasi, penjualan Rosneft akan menjadi rekor di Rusia terkait privatisasi BUMN.
Selain untuk keperluan belanja negara, Putin membutuhkan dana besar untuk memperkuat posisi geopolitiknya di tengah konflik di Ukraina dan Suriah. Konflik tersebut membuat hubungan Rusia dengan Amerika Serikat dan Eropa merenggang.
Tanpa penjualan saham Rosneft, Pemerintah Rusia bakal kesulitan mendanai anggaran belanja yang defisit sekitar 3 persen. Hal itu diungkapkan Menteri Pembangunan Ekonomi Rusia Alexei Ulyukayev, pada akhir Mei lalu.
Investor Cina dan India secara terbuka telah menyatakan minat atas penjualan saham Rosneft. Namun keduanya belum ada kesepakatan apakah akan membeli bersama-sama atau sendiri. “Kami tidak bersaing,” ujar Menteri Perminyakan India Dharendra Pradhan dalam wawancara di forum ekonomi tahunan Putin di St Petersburg.
Sekedar informasi, India Oil & Natural Gas Corp (ONGC) dan China National Petroleum Corp (CNPC) memiliki proyek bersama. Rusia melirik investor asal Asia karena Negeri Beruang Merah tersebut masih terkena sanksi dari negara Barat, akibatnya akses pendanaan Rusia ke Eropa terhambat.
Rusia juga diketahui sebelumnya telah meningkatkan pasokan minyak dan gas ke Cina sebagai pasar dan pemodal terpenting. CNPC pada April 2016 menyatakan tengah mempelajari kemungkinan berpartisipasi pada rencana privatisasi Rosneft.
Sebelumnya, perusahaan yang berbasis di Beijing ini telah memberi Rosneft dan perusahaan energi Rusia lain pinjaman lebih dari USD 100 miliar. CNPC juga memberi pembayaran di muka untuk persediaan selama beberapa dekade terakhir. Dana tersebut digunakan untuk pendanaan akuisisi.
Pemerintah Rusia lebih suka menjual saham Rosneft kepada pembeli tunggal dan CNPC terpilih sebagai mitra strategis. CNPC sebelumnya sudah mengempit 0,62 persen saham Rosneft bernilai USD 500 juta saat IPO Rosfneft pada 2006.
“Kemungkinan dua kursi direktur Rosneft akan diduduki wakil CNPC, jika CNP membeli lagi saham Rosneft,” ujar Robert Novak, periset di MFX Broker di Moskow. Dewan direksi Rosneft ada sembilan orang, termasuk dua wakil dari British Petroleum yang mengusai 19.75 saham Rosneft sejak 2013.
Bulan lalu, perusahaan minyak terbesar India, ONGC, sepakat membayar USD 1,27 miliar untuk pembelian 15 persen saham Rosneft di Vankor, salah satu ladang minyak terbesar Rusia. Kemudian pada Jumat (17/6), Rosneft juga setuju menjual 23,9 persen tiga proyek migas ke tiga perusahaan migas India, yakni ke Oil India Ltd, Indian Oil Corp, dan Bharat PetroResources Ltd.
Nilai penjualan proyek tersebut ditaksir mencapai USD 2,02 miliar. Di satu sisi, harga saham Rosneft naik 5,3 persen di bursa London pada akhir pekan lalu. Imbasnya, nilai pasar Rosneft naik menjadi USD 52,8 miliar. Harga saham perusahaan minyak Rusia ini sudah meningkat 43 persen sepanjang tahun ini.
Komisaris Utama CNPC Wang Yilin kepada televisi Rossiya 24 News Channel, Selasa (7/6), juga pernah berkomentar menyatakan minatnya membeli saham Rosneft. Yilin mengatakan bahwa format pembelian saham tersebut akan terungkap dalam proposal yang dibuat Rosnet dan bakal dicermati benar oleh CNP.
Ragu Kemampuan Rosneft
Di Indonesia, Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mengkritisi soal keseriusan Rosneft bermitra dengan Pertamina untuk membangun kilang minyak di Tuban, Jawa Timur.
“Perlu menjadi catatan, apakah benar Rosneft berani dengan pengembalian minimum investasi (Internal Rate of Return/ IRR) yang di bawah 9 persen? Kalau yang normal, sesuai proyek yang sudah berjalan dipengolahan di bawah 12 persen,” kata Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Rabu (11/5).
Baca juga: http://eksplorasi.id/keseriusan-rosneft-bangun-kilang-di-indonesia-diragukan/
Di sisi lain, masuknya Rosneft menjadi mitra Pertamina ternyata membuat persoalan baru. Pasalnya, kehadiran Rosneft otomatis menggusur calon mitra Pertamina lain sebelumnya, seperti Saudi Aramco dari Arab Saudi, Kuwait Petroleum Inc dari Kuwait, Sinopec asal Cina, dan konsorsium Thai Oil Thailand dan PTT GC Thailand.
Baca juga: http://eksplorasi.id/investor-kilang-tuban-rosneft-masuk-aramco-terpental/
Kemudian, masuknya Rosneft diduga menandakan kemenangan ‘Geng Solo’ melawan ‘Geng Jogja’ yang dibantu oleh ‘Geng Brebes’. Sumber Eksplorasi.id mengungkapkan, ‘Geng Jogja’ diduga terdiri atas kakak beradik Ari Hernanto Soemarno dan Rini Mariani Soemarno yang dibantu Sudirman Said plus seseorang bernama Mustafa Kamil Thahir.
Baca juga: http://eksplorasi.id/aramco-vs-rosneft-kemenangan-geng-solo-melawan-geng-jogja/
Istilah ‘Geng Jogja’ bermula dari tempat kelahiran Ari Soemarno. Sedangkan istilah ‘Geng Brebes muncul ketika Sudirman Said duduk sebagai menteri ESDM. Diketahui Sudirman Said lahir di Brebes pada 16 April 1963 dan memiliki kedekatan dengan Ari Soemarno.
Sementara ‘Geng Solo’ diduga dikomandoi oleh pengusaha terkenal bernama KPH Salahuddin Setiawan Djodi Nur Hadiningrat atau lebih dikenal sebagai Setiawan Djodi. Dia lahir di di Solo, Jawa Tengah pada 12 Maret 1949.
Eksplorasi | Ponco S