Eksplorasi.id – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah pengusaha batubara Samin Tan berpergian ke luar negeri sejak Senin (17/8) mendapat apresiasi sejumlah pihak.
“Terlihat KPK serius mengungkap aktor lain yang terlibat di pusaran suap proyek PLTU Riau 1,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Selasa (18/9).
Dia mengatakan, ketika pengumuman pencegahan dilakukan KPK terhadap Samin Tan, diharapkan yang bersangkutan masih berada di Indonesia.
“Seandainya Samin Tan sudah terlanjur berada di luar negeri setelah memenuhi panggilan KPK pada Kamis (13/9), hal itu akan menambah kerepotan KPK jika Samin Tan akan dipanggil kembali,” ujar dia.
Yusri menjelaskan, keterangan Samin Tan sangat diperlukan sebagai saksi untuk tersangka Johanes Budisutrisno Kotjo (pemilik Blackgold Natural Insurance Limited), Idrus Marham (mantan sekjend Partai Golkar), dan Eni Maulani Saragih (wakil ketua Komisi VII DPR).
Samin Tan selama ini dikenal sebagai pengendali dari dua perusahaan, yakni PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dan PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk.
Yusri menambahkan, pihaknya juga berharap KPK bisa mengembangkan kasus tertunggaknya utang PT AKT terhadap PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero), hingga mencapai lebih dari Rp 451,66 miliar.
“Apakah ada dugaan kesengajaan enggan membayar utang, atau memang pola itu yang selalu dipakai Samin Tan untuk menghindar dari kewajibannya dengan selalu mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga,” ungkap dia.
Penjelasan Yusri, jumlah utang itu merupakan besaran yang diakui oleh PT AKT dalam rapat verifikasi di Pengadilan Niaga. Besaran itu merupakan konversi lebih dari USD 33,59 juta atau minus lebih dari Rp 15,16 miliar.
“Berdasarkan fakta yang ada, realisasi proses bisnisnya, baik skema diskon 4-5,5 persen dari harga MOPS, maupun penambahan volume yang drastis dan sistem pembayarannya yang tidak lazim, banyak kejanggalan,” jelas dia.
Menurut Yusri, direksi Pertamina maupun direksi Patra Niaga harus aktifbernisiatif melaporkan ke KPK terhadap kasus tersebut yang lama mangkrak tanpa kejelasan.
“Jika direksi Pertamina dan direksi Patra Niaga berdiam diri, maka konsekuensinya bisa dijerat pasal pembiaran yang telah merugikan Patra Niaga dalam jumlah yang sangat fantastis,” katanya.
Reporter : HYN