Eksplorasi.id – Munculnya kelangkaan BBM disejumlah daerah pada medio Oktober-November tahun ini disinyalir terjadi karena banyak faktor, salah satunya karena tidak kompetennya direksi PT Pertamina (Persero) yang menjabat saat ini.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman belum lama ini.
“Di bawah komando NW (Nicke Widyawati, red) Pertamina semakin tidak jelas arahnya. Semestinya hal itu bisa diatasi karena persoalan pasokan BBM sudah menjadi makanan keseharian Pertamina,” kata Yusri.
Di satu sisi, Yusri juga mengkritik keras pernyataan Dirut Pertamina Nicke Widyawati yang menyatakan bahwa jebolnya kuota BBM bersubsidi, terutama jenis solar, pada akhir November salah satunya karena terbukanya akses Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera.
“Ini sama saja Nicke menyalahkan pemerintah karena membangun infrastruktur jalan tol. Kalau sudah menyalahkan pemerintah, semestinya dia harus segera dicopot,” tegas dia.
Yusri menambahkan, logikanya jalan tol itu mengurangi kemacetan, dan berdampak pula akan mengurangi konsumsi BBM.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI pada 28 November lalu Nicke menjelaskan adanya akses tol tersebut membuat permintaan solar meningkat. Sementara kuotanya hanya 14,5 juta kiloliter (kl) di 2019.
“Dengan dibukanya jalur tol baik di Jawa maupun di Sumatera ini yang kemudian juga membuat demand meningkat,” ujar dia.
Nicke juga menerangkan faktor lainnya adalah peningkatan permintaan di daerah-daerah industri, baik pertambangan maupun perkebunan.
“Itu komentar ugal-ugalan yang dilontarkan seorang dirut. Kalau benar perkebunan dan pertambangan ikut membeli solar subsidi, maka bisa jadi ada kongkalikong oknum Pertamina. Sebab, perkebunan dan pertambangan dilarang membeli solar subsidi,” ucap Yusri.
Yusri pun mengkomentari pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung terkait adanya persoalan membengkaknya transaksi defisit berjalan (current account deficit/ CAD) dari kebijakan yang dikeluarkan Pertamina.
“Ketika Kementerian BUMN memilih Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai komut Pertamina, itu salah satu (CAD) alasannya. Semestinya kalau memang dirut tidak bisa mengatasi hal tersebut kenapa tidak diganti sekalian? Ini ada apa?” terang Yusri.
Yusri juga mengkritik soal tidak efisiennya komposisi direksi di tubuh Pertamina saat ini. Dia mencontohkan dahulu persoalan logistik, supply chain, dan infrastruktur (LSCI) serta marketing bisa ditangani oleh satu orang direktur.
“Kini, ketika dipecah menjadi tiga direksi malah semakin amburadul. Semestinya struktur direksi Pertamina harus segera diefisienkan dengan mengurangi komposisi direksi agar lebih terkoordinir,” saran dia.
Seperti diketahui, saat ini Pertamina memiliki 11 direksi, yakni dirut, direktur Hulu, direktur Pengolahan, direktur Pemasaran Korporat, dan direktur Pemasaran Ritel.
Kemudian, direktur Keuangan, direktur LSCI, direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, direktur Perencaan Investasi dan Manajemen Risiko, direktur SDM, serta direktur Manajemen Aset.
Yusri lalu menyarankan komposisi direksi Pertamina sebagai langkah efisiensi, yakni dirut, wakil dirut, direktur Hulu, direktur Pengolahan, direktur Pemasaran, direktur Perkapalan dan Distribusi, direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, direktur Pengembangan dan Portfolio Anak Perusahaan, serta direktur SDM dan Umum.
Reporter: Sam.