Eksplorasi.id – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menegaskan bahwa minimnya produksi migas di dalam negeri akibat amburadulnya tata kelola hulu migas. Dia menuding SKK Migas sebagai institusi teknis yang mengawasi hulu migas minim intervensi untuk membenahi.
“Ada ketidakberesan di tata kelola di bagian hulu. Jadi keberadana SKK Migas harus ditinjau kembali. Apa prestasi SKK Migas? Nyaris tidak ada, apalagi ketika di bawah Amien Sunaryadi! Lifting jeblok, cost recovery melonjak, penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minim, sering terjadi penyimpangan. Bubarkan saja SKK Migas,” tegas dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Jumat (16/6).
SKK Migas, lanjut Yusri, selama ini terkesan kerap cuci tangan dan tidak mampu mengelola sektor hulu migas. “Semua kegiatan KKKS di sektor hulu merupakan kewajiban dan tanggung jawab SKK Migas. Kewenangan dan tanggung jawab SKK Migas itu diantaranya mencakup tahap perencanaan kerja, anggaran operasional dan pengawasan pelaksanaanya sesuai UU Migas dan Perpres No 9/2013,” ujar dia.
Yusri menilai, selama ini jika terjadi penyimpangan di sektor migas selalu terkesan didiamkan oleh lembaga ini. Dia mencontohkan, dahulu proses semua tender dengan nilai USD 5 juta ke atas yang dilaksanakan oleh KKKS wajib mendapat persetujuan SKK Migas.
Saat ini, imbuh dia, tender di atas USD 20 juta yang harus mendapat persetujuan SKK Migas, sehingga rawan disalahgunakan oleh KKKS dengan memilih kontraktor-kontraktor dari negaranya sendiri sebagai pelaksana kegiatan opersionalnya, termasuk manipulasi prosentase TKDN dan kualifikasi tenaga kerja yang melanggar UU dan peraturan yang ada.
“Di mana dan apa tanggung jawab SKK Migas menyikapi banyaknya temuan itu. Misalnya, dugaan dilakukan oleh CNOOC dan PetroChina dibeberapa wilayah kerja migas. Kalau tidak melakukan apa-apa untuk kepentingan nasional, bubarkan saja SKK Migas,” jelas dia.
Contoh lainnya, kasus adanya dugaan manipulasi dalam penentuan harga minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ICP) jenis Arjuna yang dibeli oleh PT Tri Wahana Universal (TWU) dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.
Menurut catatan Yusri, sesuai dokumen rapat komersialisasi full scale Lapangan Banyu Urip pada 29 Desember 2014 poin 3, TWU meminta tambahan pasokan minyak mentah sebesar 2.000 barrel oil per day (bopd) dengan pertimbangan secara teknis maupun komersial kilang dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel (pada titik serah TWU).
“Sebelumnya, TWU dan Exxonmobil Cepu Limited (EMCL) telah melakukan pembahasan secara business to business (b to b) terkait pasokan minyak tersebut, namun tidak tercapai kesepakatan,” ungkap dia.
Dia melanjutkan, harga yang diminya TWU sebesar –USD 4,76 per barel, sedangkan harga yang diminta EMCL untuk ICP Arjuna sebesar +USD 2 per barel, berdasarkan estimasi harga jual FSO (floating storage and offloading) untuk menghindari potensi value loss.
Mengutip catatan rapat pada 29 Desember 2014 poin 5, berdasarkan hasil pembahasan rapat terdapat dua usulan opsi agar TWU mendapatkan tambahan pasokan minyak mentah sebanyak 2.000 bopd dari Lapangan Banyu Urip.
Pertama, tambahan pasokan minyak mentah sebanyak 2.000 bopd seluruhnya berasal dari bagian negara dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel.
Kedua, tambahan pasokan minyak mentah sebesar 2.000 bopd diambil dari bagian yang saat ini dijual kepada PT Pertamina (Persero) dengan harga ICP Arjuna –USD 4,76 per barel yang berlaku hingga tanggal selesainya penjualan kargo pertama dari FSO Gagak Rimang.
“Pertanyaannya lalu, apakah penentuan harga ICP Arjuna tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 23/2012, yang pada pasal 4 secara tegas diatur. Kemudian, apakah unsur dari Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) juga ikut hadir dalam menentukan harga minyak mentah Banyu Urip tersebut? Di mana peran SKK Migas?” tanya dia.
Terkait soal revisi UU Migas, berdasarkan draf revisi UU Migas, keberadaan SKK Migas memang akan dilikuidasi dan dikembalikan seperti semula ke Pertamina. Seperti diketahui, jauh sebelum adanya keberadaan SKK Migas dan BP Migas, dulu yang mengelola kontraktor minyak asing adalah Badan Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA).
Dalam perjalanan, BKKA berubah menjadi Badan Pembinaan dan Pengusahaan Kontraktor Asing (BPPKA). Menjelang digunakannya UU Migas, BPPKA sempat berubah menjadi Direktorat Manajemen Production Sharing (MPS), kemudian berubah menjadi BP Migas pada 2002.
‘Lagu Lama Kaset Baru’
Institusi SKK Migas bisa dikatakan sebagai ‘lagu lama kaset baru’ dari BP Migas yang telah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Situs resmi SKK Migas menyebutkan bahwa pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian, dalam melaksanakan tugas tersebut, SKK Migas menyelenggarakan fungsi memberikan pertimbangan kepada menteri ESDM atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja (WK) serta kontrak kerja sama (KKS).
Tugas yang lain, melaksanakan penandatanganan KKS, mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu WK kepada menteri ESDM untuk mendapatkan persetujuan.
Fungsi lainnya memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya, memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran, melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri ESDM mengenai pelaksanaan KKS, serta menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
Pembentukan dan fungsi SKK Migas itu ternyata merupakan jiplakan (copy paste) dari pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah (PP) No 42/2002 tentang BP Migas.
Pasal 10 menyebutkan, badan pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Adapun tugas BP Migas berdasarkan pasal 11 PP No 42/2002 adalah memberikan pertimbangan kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran WK serta KKS, melaksanakan penandatanganan KKS, mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu WK kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan, dan memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan.
Lalu, memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran, melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan KKS, menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
SKK Migas adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan kontrak kerja sama (KKS). Dalam poin menimbang Perpres No 9/2013 jelas disebutkan, ‘bahwa sebagai tindaklanjut pengalihan pelaksanaan tugas,fungsi dan organisasi Badan Pelaksana…‘
BP Migas adalah lembaga yang dibentuk pemerintah pada 16 Juli 2002. Fungsi institusi ini adalah sebagai pembina dan pengawas KKKS di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia.
Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BP Migas, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama (KKS) yang sebelumnya dikerjakan oleh Pertamina selanjutnya ditangani langsung oleh BP Migas sebagai wakil pemerintah.
Badan ini kemudian dibubarkan MK melalui putusannya pada 13 November 2012 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sebelum dibubarkan, dalam menjalankan tugasnya BP Migas memiliki sejumlah kewenangan.
Kewenangan BP Migas misalnya, membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS, merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS, dan mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS.
Kemudian, membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara, serta melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas.
Reporter : Sam