
Eksplorasi.id – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait adanya dugaan pelanggaran hukum alih fungsi hutan lindung.
Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mengatakan, laporan itu telah diserahkan kepada KPK pada awal Juli 2019. Dugaan pengalihan hutan lindung menjadi area peruntukan lain (APL) terjadi di wilayah hutan lindung Air Talang di Desa Sungsang III, Kecamatan Sungsang II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).
“Luasan hutan lindung yang berubah menjadi APL sangat luas, mencapai kurang lebih 2.170 hektare. Ini sangat luar biasa luasnya,” kata dia, belum lama ini.
Dia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No 28/2012 soal Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2012-2023, wilayah tersebut masih merupakan kawasan hutan lindung.
“Saya meminta KPK untuk melakukan evaluasi dan melakukan penyelidikan adanya dugaan pelanggaran hukum yang pasti sudah ada hengki pengkinya dalam kasus perubahan status hutan lindung tersebut,” ujar dia.
Menurut Yusri, lahan tersebut rencananya akan digunakan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di wilayah Sumatera Selatan yang oleh Pemprov Sumsel sebelumnya telah diproses izin lingkungannya pada 2018.
“Tindakan adanya perubahan status hutan lindung tersebut jelas sangat melanggar hukum, apalagi dengan menabrak peraturan yang ada,” jelas dia.
Dia mengungkapkan, laporan ke KPK tersebut ditujukan langsung kepada Ketua KPK Agus Rahardjo dan ditembusi langsung kepada sejumlah pihak. Seperti Presiden Joko Widodo, ketua Ombudsman, ketua Komisi II DPR, kepas KSP, menteri Sekretaris Negara, dan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kemudian, menteria Agraria dan Tata Ruang/kepala BPN, menteri Koordinator Perekonomian, sekretaris Dewan KEK Nasional, gubernur Sumsel, bupati Banyuasin, ketua DPRD Sumsel, dan ketua DPRD Kabupaten Banyuasin.
Kronologis
Yusri menceritakan, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.SK.454/MENLHK/Setjen/PLA.2/6/2016 tanggal 17 Juni 2016, status lahan itu masih dinyatakan sebagai area kawasan hutan lindung.
Aturan tersebut tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No SK.866/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sumsel.

“Aneh bin ajaibnya, pada 6 Januari 2017, Menteri LHK Siti Nurbaya menyetujui dikeluarkannya area tersebut dari kawasan hutan lindung dengan melakukan kegiatan penataan batas lapangan bersama Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II Palembang,” ungkap dia.
Alasannya Siti Nurbaya, imbuh Yusri karena dokumen kepemilikan bidang tanah sebelum dilakukannya Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), sehingga dapat dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.
Selanjutnya, pada 20 Februari 2017 dibentuk panitia tata batas Kawasan Hutan Kabupaten/Kota Lingkup Provinsi Sumatera Selatan melalui Kepmen LKH No SK.630/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/2/2017.
Lalu,pada 10 Agustus 2017, Menteri Agraria, Tata Ruang / BPN Sofyan A. Djalil menyatakan peta bidang tanah tersebut dapat dipergunakan sebagaimana mestinya seluas ± 2.170 ha.
Puncaknya pada 5 April 2018 resmi dikeluarkan dari kawasan hutan lindung melalui Keputusan Menteri LHK No SK.173/MenLHK/Setjen/PLA.2/4/2018 yang diteken oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dan Kepala Biro Hukum Kementerian LHK Krisna Rya.
Hal itu juga merujuk pada Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN yang diteken Sofyan A Djalil pada 9 Desember 2016 No S433/020/XII/2016 perihal Mohon Penjelasan yang ditujukan kepada Ryamizard Ryacudu.
“Keluarnya persetujuan penggunaan peta bidang tanah seluas kurang lebih 2.170 ha yang diklaim milik Ryamizard Ryacudu itu sungguh aneh dan janggal. Ini mesti diusut tuntas, jangan sampai terkesan pemerintahan Jokowi membiarkan karena ada ada anak buahnya yang terlibat,” tegas dia.
Proyek KEK TAA
Di satu sisi, lanjut Yusri, rencananya lahan milik keluarga Ryamizard Ryacudu yang saat ini dikelola oleh PT Tri Patria Group tersebut akan digunakan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sumsel.
“Tapi caranya salah, yakni dengan menabrak aturan yang ada, terutama Perda Kabupaten Banyuasin No 28/2012. Lokasi itu di dalam RTRW Kabupaten Banyuasin belum diubah, masih sebagai kawasan hutan lindung,” ungkap dia.
Dia menambahkan, perubahan lahan itu juga mendapat back up dari Gubernur Sumsel Herman Deru, yakni dengan adanya rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2014 tentang KEK Tanjung Api Api yang diajukan oleh Pemprov Sumsel.
Yusri menduga ada rencana untuk ‘merebut’ proyek KEK TAA dari pemenang tender sebelumnya dengan cara ‘tidak sehat’. “Jangan sampai kasus alih fungsi hutan kembali terjadi. Dahulu, ketika akan membangun Pelabuhan Tanjung Api Api juga terjadi alih fungsi hutan lindung secara illegal yang menjerat anggota DPR Azwar Chesputra, Al Amin Nasution, juga mantan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman,” tegas Yusri.
Reporter: HYN