Eksplorasi.id – RUPSLB PT Pertamina (Pertamina) pada Jumat (3/2) lalu akhirnya mencopot Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang masing-masing dari kursi dirut dan wakil dirut.
Kementerian BUMN lantas mengangkat Yenni Andayani menjadi pelaksana tugas (Plt) dirut untuk masa 30 hari. Jabatan wakil dirut Pertamina akhirnya juga dihilangkan dalam struktur organisasi Pertamina.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, dengan dihapusnya jabatan wadirut dari struktur organisasi, maka menteri BUMN dengan Dewan Komisaris Pertamina telah secara tegas mengakui salah membuat kebijakan perubahan struktur organisasi.
“Organisasi ini semula diusulkan Dewan Komisaris Pertamina pada 8 Agustus 2016 kepada menteri BUMN dan telah disetujui pada 20 oktober 2016. Padahal atas kebijakan dewan komisaris Pertamina tersebut sudah berulang saya protes,” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Senin (6/2).
Baca juga :
- Rencana Perubahan Struktur di Pertamina, ‘Kudeta Merangkak’ Singkirkan Dwi Soetjipto?
- Perkuat Peran Ahmad Bambang, Menteri Rini ‘Kebiri’ Kewenangan Dwi Soetjipto?
Yusri menambahkan, usulan Dewan Komisaris Pertamina saat itu dibuat secara tidak lazim. Terlebih usulan perubahan struktur tersebut tidak dibahas bersama dengan Dewan Direksi Pertamina (BOD), namun akhirny disetujui oleh Menteri BUMN Rini Soemarno pada 20 Oktober 2016.
“Alasan menteri BUMN mecopot dirut dan wadirut Pertamina yang tidak akur dalam menjalankan roda perusahaan telah disimpulkan sebagai kegagalan mengelola Pertamina adalah keliru, dan ini bentuk cuci tangan Rini Soemarno,” tegas dia.
Pendapat Yusri, persoalan kegagalan ini terjadi setelah perubahan struktur organisasi perusahaan dan perubahan anggaran dasar perseroan yang telah memberikan kewenangan berlebihan kepada wadirut.
“Itu adalah merupakan tanggungjawab renteng Dewan komisaris Pertamina dengan Menteri BUMN Rini Soemarno,” ujar dia.
Baca juga :
- Bos Pertamina Tak Tahu Usulan Komisaris Bentuk Wakil Dirut
- Kilang Pertamina Berjatuhan, Kompetensi Direktur Pengolahan Dipertanyakan
Yusri menegaskan, pihaknya mendesak presiden agar segera menugaskan penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri, serta BPK dan Kementerian Keuangan untuk melakukan audit investigasi maupun forensik atas kebijakan ngawur tersebut telah nyata merugikan negara.
Dia pun mempertanyakan akibat adanya perubahan struktur itu menyebabkan kursi direktur Pengolahan kosong dan akhirnya diisi oleh orang yang tidak kompeten.
“Kenapa tidak kompeten? Ini buktinya, bahwa sejak Toharso menjabat direktur Pengolahan sebanyak lima kilang Pertamina total berhenti beroperasi tanpa direncanakan terhitung 2 Desember 2016 hingga 15 Januari 2017,” ujar dia.
Kondisi tersebut, lanjut Yusri, mengakibatkan Pertamina terpaksa mengimpor solar di pasar spot dengar harga lebih mahal daripada pengadaan terencana di ISC
“Pertamina juga telah kehilangan margin kilang akibat setop beroperasi serta adanya potensi membayar klaim penundaan (demurage discharging) kapal pemasok minyak mentah di tangki tangki kilang,” jelas dia.
Yusri juga berkomentar, presiden mesti meninjau ulang posisi menteri BUMN dan jajaran komisaris Pertamina yang telah gagal dan salah membuat kebijakan dalam menata dan mengendalikan BOD Pertamina selama ini, khususnya terhadap Rini Soemarno serta Tanri Abeng dkk.
“Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pembantu presiden selalu menyatakan kebijakannya atas restu presiden. Kekeliruan yang telah dilakukan Rini Soemarno terhadap Pertamina harus dituntaskan proses penyidikannya agar publik tidak salah membaca kengawuran ini atas persetujuan presiden,” katanya.
Reporter : Samsul