Eksplorasi.id – Samin Tan, seorang pengusaha batubara, mangkir dari pemeriksaan KPK. Semula, dia akan diperiksa sebagai saksi kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau 1.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, KPK harus serius mengungkap keterlibatan Samin Tan yang diduga telah berkolusi dengan Johanes Budisutrisno Kotjo (tersangka) sebagai penyedia dana suap kepada pihak-pihak terkait di kasus suap PLTU Riau 1
“Dugaan aliran suap itu bisa mengalir ke pejabat PLN, Idrus Marham (mantan menteri Sosial), Eni Maulani Saragih (wakil ketua Komisi VII DPR), dan mungkin ke anggota DPR lainnya,” kata dia di Jakarta, Minggu (9/9).
Penjelasan Yusri, ketidakhadiran Samin Tan dalam panggilan KPK pada Jumat (7/9) tanpa memberitahukan alasannya jelas sangat melecehkan KPK, dan bisa dikategorikan sebagai bagian dari menghambat proses penyidikan. Samin Tan ibarat seperti orang yang kebal hukum di republik ini.
“Samin Tan seperti tipe ‘belut dicampur oli’, sulit dijerat hukum dan hampir semua pejabat di pemerintahan ini bisa diaturnya dan tunduk atas apa keinginannya,” ujar dia.
Keterangan Yusri, publik pasti mendukung penuh upaya KPK mengungkap tuntas kasus suap korupsi proyek PLTU Riau 1 tanpa tebang pilih.
“Diharapkan kasus tersebut bisa sebagai pintu masuk mengungkap kasus korupsi lainya di PLTGU dan PLTU seluruh Indonesia,” jelas dia.
Yusri juga berharap Wakil Presiden Jusuf Kalla bersikap lebih bijaksana dan netral dalam menyikapi KPK yang akan memeriksa pimpinan PLN yang diduga terlibat dalam pusaran suap PLTU Riau 1.
Melawan Menteri ESDM
Dia menambahkan, sebelumnya Samin Tan juga juga telah ‘melawan’ keputusan menteri ESDM yang telah menghentikan izin operasi batubara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kalimantan Tengah.
Sebut saja putusan mnteri ESDM No 3174 /30/MEN/2017 tanggal 19 Oktober 2017, karena Samin Tan telah melakukan pelanggaran berat terhadap Peraturan Menteri ESDM No 18/2009 tentang Tata Cara Perubahan Modal PKP2B.
Pola yang dipakai Samin Tan adalah PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) meminjam uang di Bank Standard Chartered (Standcard) Singapura sebesar USD 1 miliar atau setara Rp 14,8 triliun dengan menggunakan aset batubara milik PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT), anak usaha BORN, tanpa persetujuan mventeri ESDM.
Namun, anehnya keputusan menteri ESDM itu bisa dengan mudah dibatalkan berdasarkan gugatan Nomor 240/G/2017 di PTUN Jakarta
“Putusan sela majelis hakim PTUN Jakarta itu berpotensi merugikan negara sekitar Rp 868 miliar,” tegas Yusri.
Berujung PKPU
Di sisi lain, Yusri mengungkapkan, hampir semua pihak bank dan kontraktor yang pernah berhubungan bisnis dengan Samin Tan pasti akan berujung gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) di Pengadilan Niaga.
“Sehingga, di kalangan dunia usaha dikenal dengan modus kemplang utang lewat gugatan Pengadilan Niaga dan Negeri serta PTUN. Begitu juga terhadap kewajiban pajaknya dengan menggugat Kantor Pajak Setiabudi Jakarta pada 2012 di PTUN,” jelasnya.
Yusri menduga, dalam melancarkan praktik operasinya, diduga Samin Tan menggunakan pengacara hitam yang punya hubungan baik denga petinggi di Mahkamah Agung (MA) dan oknum-oknum hakim di Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum serta PTUN.
“Di sanalah baku atur dilakukan, sehingga hampir semua gugatan dia menangkan. Contoh lainnya terjadi juga terhadap PT Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang menjadi korban kesekian oleh Samin Tan,” jelasnya.
Menurut dia, hampir sekitar USD 50 juta (setara Rp 750 miliar) kewajiban PT AKT kepada Patra Niaga dalam membeli solar untuk kebutuhan tambangnya berbuah gugatan PKPU. “Sehingga sampai sekarang tak jelas pelunasannya ke Patra Niaga.”
Di sisi lain, Yusri juga berharap KPK bisa mengungkap benang merah hubungan antara Hery Susanto Gun alias Abun, bos PT Sawit Golden Prima, yang lebih dahulu ditahan KPK dalam kasus korupsi Bupati Kutai Kartanegara non aktif Rita Widyasari.
“Samin Tan dan Abun adalah sahabat lama sekantor di Jakarta, dan sering sama berbisnis,” ucap dia.
Reporter : HYN