Eksplorasi.id – Pengembalian biaya operasi minyak dan gas bumi atau cost recovery tahun ini diprediksi melebihi target yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar USD 8 miliar.
Adapun realisasi cost recovery saat ini telah mencapai USD 6,5 miliar dan diproyeksikan membengkak sebesar USD 10,4 miliar.
“Kami target biaya cost recovery USD 10,4 miliar. Saat ini sedang kami cek,” ujar Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan di sela acara ‘World Renewable Energy Congress’ di Jakarta Convention Center Jakarta, Selasa (20/9).
Menurut Luhut, realiasasi terhadap biaya cost recovery sulit dikendalikan jika kaitannya dengan pencapaian produksi minyak.
Sebelumnya pemerintah bersama DPR telah sepakat meningkatkan produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu dari 165 ribu barel per hari (bph) menjadi 200 ribu bph dengan investasi USD 2 miliar tentu akan membutuhkan pengembalian biaya operasi migas.
Meski begitu, Luhut enggan membeberkan biaya cost recovery yang akan dikeluarkan dari peningkatan produksi migas Blok Cepu. “Jangan terlalu banyak cost recovery. Butuhnya kan hanya USD 2 juta saja tidak sampai triliunan,” jelas Luhut.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Sunaryadi menyetujui peningkatan produksi Blok Cepu untuk menggenjot produksi minyak nasional dengan risiko menambah biaya beban cost recovery.
Selain itu, peningkatan produksi Blok Cepu juga membutuhkan perubahan analisa dampak lingkungan dan menghilangkan garansi kontrak fasilitas utama. “Karena sudah diputuskan untuk dinaikan maka itu kerjaan SKK Migas untuk menyiapkan agar produksi dapat tercapai,” ujar dia.
Di sisi lain, SKK Migas juga menyiapkan rencana untuk menekan pengembalian biaya operasi migas. Langkah yang disiapkan ialah mengintegrasikan vendor yang ada di industri hulu migas dengan sistem Synchronize and Integrated Vendor Data Base (SIVD).
Sistem ini dapat dilakukan dengan vendeor hanya mendaftar sekali saja dapat dipakai oleh semua kontraktor kontrak kerjasama (KKKS). Salah satu penyebab membengkaknya investasi industri hulu migas ialah terkait perjanjian atau kontrak yang harus memakai jasa beberapa vendor.
Padahal terdapat sekitar 3.000 vendor yang melayani 288 KKKS yang beroperasi di Indonesia. “Apabila sistem ini diterapkan transaksi antara KKKS dan vendor akan lebih efisien,” kata dia.
Selain itu, SKK Migas mengevaluasi tata kelola dalam proses pengadaan yang diatur dalam Pedoman Tata Kerja Nomor 007/SKKKO0000/2015/SO. Aturan ini berisi tentang pedoman pengelolaan rantai suplai KKKS dan melakukan mengaudit para vendor.
Audit tersebut guna memastikan bahwa vendor harus taat terhadap terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atau setidaknya The Foreign Corrupt Practices Act (FCPA).
“Kalau diaudit begitu maka vendor tidak akan mengeluarkan uang macam-macam terkait kontrak. Kalau tidak macam-macam akan bisa efisien,” kata Luhut.
Dia mengatakan, cost recovery tahun ini akan melebihi target yang telah ditetapkan APBN Perubahan 2016 sebesar USD 8 miliar. Sementara SKK Migas mengusulkan cost recovery tahun depan lebih tinggi dari tahun ini yaitu mencapai USD 11,7 miliar. “Nanti akan dibahas bersama Komisi VII DPR,” jelasnya.
Reporter : Ponco Sulaksono