Eksplorasi.id – Indonesia Energy Institute (IEI) mempertanyakan kinerja anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yakni Achsanul Qosasi, yang terkesan tidak optimal dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya.
Selain itu, IEI menduga Achsanul Qosasi terkesan ‘melindungi’ sejumlah instansi terkait audit laporan keuangan, misalnya terhadap Kementerian BUMN dan PT (Pertamina) Persero).
“Tugas dan wewenang anggota VII BPK itu antara lain melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan pemeriksaan investigasi terhadap sejumlah instansi, seperti Kementerian BUMN, SKK Migas, BUMN dan anak usahanya, dan lainnya,” kata Direktur Eksekutif IEI Sarman El Hakim kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Kamis (12/5).
Namun, jelas Sarman, BPK kerap memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap dua instansi itu. “Padahal kita semua tahu bagaimana kinerja kedua instansi tersebut. Apakah masyarakat sudah puas terhadap kinerja Kementerian BUMN dan Pertamina? Apakah audit hanya menyangkut hitungan di atas kertas dengan mengabaikan fakta di lapangan,” jelas dia.
Sarman pun memberikan contoh lain terkait pencatatan investaris. “Sudah beberapa kali BPK memberikan catatan soal itu (inventaris) tapi kerap tidak dilanjuti oleh Kementerian BUMN. Padahal, pencatatan inventaris bisa mempermudah melakukan inventarisasi aset-aset yang ada di kementerian tersebut. Anehnya, BPK hanya memberikan catatan tanpa melakukan teguran secara keras, ada apa ini?” tanya dia.
Secara moral, lanjut Sarman, sebenarnya sosok Achsanul Qosasi tidak layak duduk sebagai anggota VII BPK. Pasalnya, Achsanul Qosasi pernah tersangkut masalah skandal pemberian jatah saham Bank Mandiri saat penawaran saham terbatas pada 2011. Kala itu Achsanul Qosasi masih duduk sebagai
Wakil Ketua Komisi IX DPR.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sepertinya sedang menindaklanjuti kasus itu. Skandal pemberian saham Bank Mandiri untuk Achsanul Qosasi terungkap dalam persidangan kasus pencucian uang bekas bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin. Jadi, ketika seseorang diduga pernah terlibat dalam skandal sebuah BUMN, apakah layak orang itu kini duduk mengawasi Kementerian BUMN dan BUMN di bawahnya, yang benar saja,” tegas Sarman.
Di satu sisi, lanjut Sarman, dia juga mempertanyakan apakah layak seorang pejabat negara memiliki sebuah klub sepakbola. Diketahui Achsanul Qosasi adalah pemilik dari klub sepakbola Madura United. “Uangnya dari mana? Punya klub bola itu butuh uang banyak. Apakah jabatan sebagai anggota BPK tersebut digunakan untuk menekan BUMN untuk memberikan sponsor?” tanya Sarman.
Heri