Eksplorasi.id.PT Multi Harapan Utama (MHU) akhirnya angkat bicara. Perusahaan merespons insiden pembacokan perwira Korem Aji Suryanata Kesuma (ASN), Mayor Iga Kaliarangga, dan seorang pengacara, Saur Oloan Situngkir, pada Sabtu (16/7). Deputy GM External Affair PT MHU Sudarmono menyebutkan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut ke kepolisian.
Kepada media ini, kemarin dia membenarkan bahwa konsesi dekat lokasi penganiayaan dua pria itu merupakan milik PT MHU. Selama 2,5 tahun terakhir, konsesi tersebut digarap PT Kaisar Putra Mandiri (KPM) sebagai subkontraktor. Terkait lokasi lahan yang disebut bersengketa dengan masyarakat, menurut dia, itu menjadi ranah PT KPM yang menjawabnya.
Yang pasti, kata dia, banyak pola kerja sama atau kontrak sebelum melakukan proses penggalian. Mulai sistem sewa dan sebagainya. “Kami dari PT MHU memang sebagai pemilik konsesinya. Tapi, untuk lahan mana yang dipermasalahkan, pihak PT KPM yang berwenang menjawabnya. Karena lahan tersebut penggarapannya sudah diserahkan kepada PT KPM,” kata Sudarmono.
Saat ini, PT MHU memiliki luas konsesi sekitar 40 ribu hektare. Lahan tersebut sebagian besar berada di Kutai Kartanegara (Kukar). Sementara itu, kontrak dengan PT KPM diperkirakan terus berlanjut pada tahun ini. Terkait indikasi jasa premanisme dalam penjagaan konsesi tambang, dia menambahkan, hal itu sudah ditangani pihak berwajib. Sedangkan dalam insiden Sabtu itu yang pas menjelaskan adalah PT KPM.
SANKSI
Pada kesempatan kemarin, koran ini juga sempat menyinggung tentang sanksi penghentian sementara operasi tambang oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Soal itu, Sudarmono memastikan sudah dicabut. Sejumlah rekomendasi dari Distamben Kaltim dan pemerintah pusat diklaimnya telah dijalankan. Termasuk proses reklamasi yang menjadi tuntutan sebelum PT MHU kembali beroperasi.
Soal lubang tambang milik MHU yang belum ditutup, Sudarmono juga memastikan sudah menjalankan sesuai rekomendasi pemerintah. “Yang kita bicarakan inikan reklamasi tambang. Reklamasi tersebut tidak mesti menutup lubang. Pemanfaatan lubang atau kolam tambang tersebut juga mesti dilihat oleh masyarakat,” katanya.
LIMPAHKAN, TUNTASKAN
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, La Sina, berharap kasus penganiayaan di lokasi tambang dengan korban perwira TNI dan pengacara, segera dituntaskan penegak hukum. Premanisme dikhawatirkan akan melekat dalam bisnis keamanan pertambangan. Terkait locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) penganiayaan di Samarinda, semestinya penanganan hukumnya juga dilakukan oleh Polresta Samarinda. Ini menyesuaikan kompetensi absolutnya.
“Saat ini mungkin Polres Kukar (yang menangani saat ini) sedang mengumpulkan berkas dan bukti-bukti. Jika ternyata dalam pemberkasan diketahui lokasinya masuk Samarinda, maka bisa diserahkan kembali kasusnya ke Polresta Samarinda,” ujar La Sina.
Yang terpenting, ujar dia, kasus ini mesti dibuka dan menjadi efek jera bagi perusahaan yang menggunakan jasa preman dalam menjaga konsesi tambang. “Apakah tentara atau masyarakat sipil korbannya, tetap memiliki harkat dan martabat yang sama. Negara ini adalah negara hukum, makanya tidak bisa main bacok saja,” ujar La Sina.
Sementara itu, Sekjen Laskar Kebangkitan Kutai (LKK) Husni Fachrudin mengatakan, pihaknya terus mengumpulkan bukti serta petunjuk untuk membantu mengungkap pelaku pembakaran posko LKK di dekat lokasi pembacokan. Pembakaran tersebut, menurut dia, tak jelas penyebabnya. Hanya, dikhawatirkan menjadi korban penyerangan salah alamat, terkait kasus penganiayaan tersebut.
Agus Sofyan, ketua LKK Samarinda belum membuat laporan resmi kasus pembakaran posko di Pal Besi, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, itu kepada polisi. “Tadi datang (kemarin), tapi secara resmi kemungkinan besok,” sebut Agus. Dia akan menyerahkan kasus ini kepada polisi untuk mengungkapnya.
Diketahui, lokasi tambang di Desa Loa Gagak, Kecamatan Loa Kulu, Kukar mendadak mencekam, Sabtu (16/7). Mayor Iga Kaliaringga dan Saur Oloan Situngkir dibacok sejumlah pria. Diduga kuat, keributan tersebut berkaitan dengan sengketa lahan warga yang kini digarap oleh PT KPM. Dari informasi yang dihimpun, penganiayaan diduga dilakukan oleh warga sipil yang melarang kedua korban masuk kawasan lokasi tambang.
Sebelum berangkat, sekelompok warga yang tinggal di Desa Pal Besi, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, melakukan rapat di rumah warga di RT 52. Rapat tersebut membahas pengecekan lahan warga yang digarap oleh pihak perusahaan. Dalam pertemuan dihadiri Mayor Iga beserta tiga pengacara bernama Tumpak Situngkir, Saur Oloan Situngkir, dan Julius. Juga, ada warga lain.
Eksplorasi/Dian/Source