Eksplorasi.id – Investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dinilai kurang menarik dibandingkan negara-negara lain.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan, hal itu disebabkan cadangan migas di Indonesia sudah menipis, ditambah kondisi geologi yang relatif lebih kompleks dibandingkan negara-negara di Afrika dan Timur Tengah.
Lebih jauh, Wiratmaja mengatakan, daya tarik industri hulu migas Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara kaya minyak lainnya, terlihat dari imbal hasil atau interest rate of return (IRR) yang kecil.
Di sisi lain, bagi hasil untuk penerimaan negara cenderung lebih besar.
Imbal hasil investasi hulu migas yang menarik ada di angka 18-24 persen karena risiko industri yang tinggi.
Namun, saat ini rata-rata imbal hasil investasi hulu migas di Indonesia hanya di bawah delapan persen.
“Apalagi yang deep water, seperti IDD Bangka atau lapangan Jangkrik, sekitar lima persen. Jadi, sangat tidak atraktif industri hulu migas di Indonesia,” kata dia.
Sebagai perbandingan, lapangan migas paling atraktif untuk investor bisa memberikan imbal hasil sampai 34 persen, meskipun diakui Wiratmaja rata-rata lapangan hanya memberikan imbal hasil 24 persen.
“Yang paling atraktif itu ada di Amerika dan Meksiko, sedangkan di Afrika rata-rata IRR 20-24 persen,” imbuh Wiratmaja.
Atas dasar itulah, Wiratmaja menuturkan, Kementerian ESDM mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010.
“Jadi, kita perlu membuat sesuatu yang menarik orang untuk berinvestasi, tetapi juga tidak membuat negara terlalu dirugikan,” ucap Wiratmaja.
Eksplorasi | Aditya