Eksplorasi.id – Pembangunan kilang mini oleh PT Tri Wahana Universal (TWU) di dekat lokasi Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu patut diduga bermasalah.
Anggota Komisi VII DPR Joko Purwanto mengatakan, diduga ada penyalahgunaan akibat adanya keberadaan kilang milik PT TWU. Apalagi adanya sinyalemen pembelian minyak oleh PT TWU di bahwa harga minyak nasional (Indonesia Crude Price/ ICP) yang dipakai sebagai bahan baku kilang.
“BPK sudah mengaudit kasus PT TWU ini. Bahkan, DPR akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak khusus untuk menyelidiki persoalan ini,” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Rabu (7/12).
Dia menjelaskan, dalam RDP tersebut sejumlah pihak yang akan dipanggil kemungkinan adalah BPK, Exxon Mobil Cepu Ltd, SKK Migas, hingga PT TWU.
“Ini harus diusut secara tuntas. Sebab jika benar beli minyaknya di bawah ICP tanpa mekanisme yang berlaku, maka jelas terjadi potensi kerugian negara,” jelas dia.
Seperti diketahui, diduga negara mengalami kerugian ketika menjual minyak bagian negara dari Banyu Urip ke PT TWU. Semestinya, bila minyak tersebut dijual FSO Gagak Rimang, maka akan didapat harga ICP+alpha, di mana alpha adalah premi yg ditawarkan oleh buyer saat tender penjualan minyak. Dalam hal ini menjadi ICP +USD 2.
Namun, jika dijual di plant gate maka negara tidak akan memeroleh alpha tersebut. Bahkan, dalam kasus ini malah dihargai di bawah ICP, yakni ICP Arjuna –USD 4,76 per barel. Jika dihitung secara total, selisih harganya menjadi USD 2 + USD 4,76 menjadi USD 6,76 per barel.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman juga pernah berkomentar, telah terjadi kesalahan kasat mata yang dilakukan oleh PT TWU ketika membeli minyak dari Banyu Urip.
“Pertama, TWU jelas-jelas tidak membeli lewat tender. Kedua, harga beli rata-rata ICP minus transportation cost (toll fee pipa) dari plant gate ke Tuban, di mana penetapan diskon terkait toll fee ini tidak ada patokan yang jelas,” kata dia beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, kesalahan ketiga adalah dengan diambilnya crude di plant gate, maka pipa yang di rancang untuk mengangkut minyak dari Central Production Facility (CPF) ke Tuban menjadi under capacity alias over design.
“Kesalahan keempat, kontrak awal ke TWU awalnya adalah hanya untuk minyak yang berasal dari Early Production Facility (EPF), karena saat itu belum dibangun pipa dari Banyu Urip ke Tuban. Tapi kemudian kontrak tersebut di extend oleh pimpinan SKK Migas berlanjut untuk minyak dari CPF. Kembali ini dilakukan tanpa tender dan tanpa koreksi harga,” ungkap dia.
Reporter : HYN