Eksplorasi.id – Komisi VII meminta SKK Migas untuk menyesuaikan kebijakan operasional yang saling menguntungkan antara negara dengan KKKS dalam proses peningkatan produksi Mobil Cepu Ltd hingga 200 ribu barel per hari (bph).
Hal itu menjadi salah satu kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII, SKK Migas, dengan sejumlah KKKS di gedung parlemen yang berlangsung Senin (5/12).
Anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengatakan, peningkatan produksi Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu mutlak dilakukan di tengah anjloknya produksi minyak (lifting) nasional.
“Kalau produksi Banyu Urip meningkat, minimal bisa menambal lifting nasional. SKK Migas jangan mempersulit KKKS yang ingin meningkatkan produksi. Jangan bikin aturan yang membebani bahkan terkesan menghalangi peningkatan lifting,” kata dia kepada Eksplorasi.id usai RDP.
Eni menjelaskan, aturan yang dikeluarkan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi terkait rekomendasi peningkatan produksi di Banyu Urip sangat tidak masuk akal.
“Misalnya, Amien mengeluarkan aturan terkait tambahan biaya apapun penambahan produksi menjadi 200 ribu bph tidak dapat dibebankan sebagai biaya operasi (non cost recovery). Ini jelas tidak masuk akal,” tegas dia.
Dia menambahkan, peningkatan produksi Banyu Urip telah menjadi kesepakatan antara Komisi VII DPR dengan SKK Migas beberapa waktu yang lalu, dan Amien diminta mentaatinya.
“Jangan iya-iya saja tapi kesannya malah menghalangi dengan membuat aturan yang mempersulit KKKS dan menghambat peningkatan produksi,” jelas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Amien Sunaryadi memang diketahui telah mengizinkan lifting Banyu Urip ditingkatkan hingga menjadi 200 ribu bph.
Baca juga :
Tapi, berdasarkan dokumen yang diperoleh Eksplorasi.id yang diteken Amien pada 7 November lalu, yang ditujukan kepada president Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) dengan nomor surat SRT-0733/SKKO0000/2016/S1, ada 10 poin atau syarat yang mesti dipenuhi EMCL agar lifting Banyu Urip bisa ditingkatkan.
Reporter : HYN
Hati 2 jika terlalu digenjot produksi dilapangan batuan karbonat yg nantinya akan ada percepatan produksi airnya naik spt kasus lapangan Sukowati, Pangkah, Mudi dan Maleo sehingga Recovery Factor hanya sekitar 5 – 12 % padahal seharusnya bisa mencapai 25 % . Ingat reservoir management yg baik dan sahih.