Eksplorasi.id – Penjualan enam persen saham PT Daerah Maju Bersaing di PT Newmont Nusa Tenggara terus menuai polemik di kalangan anggota DPRD Nusa Tenggara Barat karena kebijakan itu dianggap tidak prosedural dan cacat hukum.
Sekretaris Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat Nurdin Ranggabarani di Mataram, Jumat (15/07), menegaskan sejak awal sudah tidak setuju dengan rencana penjulan enam persen saham daerah di PT Daerah Maju Bersaing (PT DMB) yang ada di PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT).
Menurut dia, proses penjualan saham PT DMB ke PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dinilai tidak prosedural. Karena tidak melalui rapat paripurna di DPRD NTB, melainkan hanya persetujuan pimpinan DPRD.
“Secara aturan keputusan tertinggi ada di rapat paripurna. Tetapi, kalau itu kemudian diputuskan atas dasar persetujuan pimpinan itu namanya sudaah melanggar,” tegas politisi PPP itu.
Dia menjelaskan, meski fraksinya menyetujui penjualan saham milik tiga daerah itu. Akan tetapi ia secara pribadi menganggap bahwa keputusan tersebut cacat prosedural.
“Buka tata tertib dan baca baik-baik. Karena di dalam Peraturan Pemerintah (PP) 16 tahun 2004 tentang pedoman penyusunan Tata Tertib (Tatib) DPRD. Bahwa apapun yang akan dilakukan eksekutif terlebih berkaitan dengan penjualan aset milik daerah harus mendapat persetujuan legislatif dan ditetapkan melalui sidang paripurna DPRD, bukan yang lain,” katanya.
Karena itu, kata dia, tidak ada aturan yang mengatakan, ketika menjual saham terlebih dari uang negara tanpa melalui persetujuan lembaga legislatif. Untuk itu, dia mengusulkan persetujuan penjualan 6 persen saham daerah itu ditinjau ulang. Karena lebih banyak merugikan daerah.
Sementara Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTB Ruslan Turmuzi mengatakan, sudah menyiapkan langkah dan bahan untuk menggugat pihak-pihak yang menjual saham PT DMBke PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
“Proses persetujuan pelepasan enam persen saham yang di miliki daerah itu menyalahi prosedur yang berlaku, karena di DPRD keputusan itu hanya berbekal keputusan pimpinan tanpa melalui keputusan paripurna DPRD NTB,” katanya.
Seharusnya, kata Ruslan, ketika Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mengajukan surat untuk meminta persetujuan DPRD menjual enam persen saham milik PT DMB yang ada di PT NNT.
“Hendaknya pimpinan DPRD meminta persetujuan seluruh anggota melalui rapat paripurna DPRD, bukan justru memutuskan sendiri atas dasar pandangan fraksi maupun komisi. Mengingat, keputusan tertinggi adalah di paripurna DPRD,” katanya.
Kemudian dia menambahkan, alasan penjualan saham karena rugi tidak bisa di jadikan patokan untuk melepas begitu saja saham tersebut. Sebab, kata dia, kalau rugi tidak mungkin PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) milik Arifin Panigoro membelinya.
“Mestinya ini dikaji dulu secara menyeluruh. Jangan asal main jual. Kalau sudah seperti ini kita dapat apa. Karena saat membeli saham itu yang membayar pihak lain bukan daerah,” katanya.
Eksplorasi/Top
Sayang, KPK sejak awal tidak pantau proses divestasinya…
Pengalaman di DKI Jakarta, setiap kebijakan, setiap izin, setiap pasal atau keputusan ada nilai uangnya ada nilai sahamnya ada nilai suapnya…
Sayang KPK mungkin tidak ikuti proses divestasi sejak awal,
Seperti di daerah lain ditengarak setiap kebijakan, keputusan dewan berpotensi suap uang miliaran, saham kosong dan kong kali kong, namun bila sesama angota dewan tidak adil pembagian jatah atau tidak transparan maka terjadi perdebatan, guncangan dan saling curiga.
Di Jakarta belum lama ini terbongkar reklamasi gate…