Eksplorasi.id – PT Energi Bara Utama (EBU) meminta kasus pemalsuan surat tanah miliknya oleh lima tersangka untuk pembangunan PLTU Muara Taweh, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur, agar segera dituntaskan.
Pasalnya, kejaksaan setempat pada Maret 2016 menyatakan berkas itu sudah lengkap atau P21. “Berkas sudah dinyatakan P21 oleh kejaksaan sejak Maret 2016, namun sampai sekarang belum ada kelanjutan dari Polres Kutai Kertanegara selaku penyidik kasus itu,” kata Direktur PT EBU Bambang Waseso di Jakarta, Minggu (28/8).
Dalam berkas itu terdapat lima tersangka, yakni, Hardiansyah selaku Plh Lurah Teluk Dalam, Noordinsyah, petugas kantor kecamatan, Agus Salim, Winarto dan Junaidi selaku perantara penjualan tanah.
Karena itu, pihaknya mempertanyakan keseriusan dari penyidik Polres Kutai Kartanegara karena kejaksaan sudah menyatakan lengkap maka langkah berikutnya adalah pelimpahan tahap dua, yakni, tersangka dan barang bukti ke kejaksaan.
“Agar selanjutnya dibawa ke persidangan hingga akan terungkap siapa saja yang `bermain di belakang kasus pemalsuan surat tanah milik saya. Tapi kenyataannya sejak Maret 2016 dinyatakan P21, sampai sekarang tidak ada kelanjutannya,” katanya.
Ia mengkhawatirkan belum adanya tindak lanjut kasus itu, karena akan menyeret nama-nama lainnya melalui dalam persidangan. “Saya hanya menuntut hukum ditegakkan, itu saja,” tegasnya.
Ditambahkan, dirinya tidak masalah kalau tanah miliknya akan digunakan untuk kepentingan nasional yakni pembangunan PLTU namun yang tak bisa diterima adalah pemalsuan surat tanah yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
“Masa Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan pihak Kecamatan Muara Jawa ada tiga nomor registrasi yang berbeda bahkan nilai jualnya beda,” katanya.
Kasus itu bermula saat pihak perusahaan PT EBU, Sambudi membeli tanah di Kecamatan Muara Jawa diantaranya seluas 2,6 hektare pada 2005 dari Nawir dan Abbas. Namun selama rentang 2011-2014, terjadi rekayasa surat tanah yang membuat surat tanah palsu atas nama Nawir untuk digunakan pembangunan PLTU Muara Jawa .
Padahal Nawir dan Abbas mengaku dirinya tidak pernah menjual tanah selain kepada Sambudi, bahkan dirinya tidak terima atas pemalsuan tanda tangannya sehingga melaporkan kepada pihak kepolisian.
Plh Lurah Teluk Dalam itu membuat Surat Keterangan Tanah a.n Nawir yang kemudian diregistrasi pada 2 Maret 2011 dengan nomor 64/02/14/004/443.
Bahkan dibuatkan juga Berita Avara Pertemuan Saksi Batas, Berita Acara Pemeriksaan Lokasi, Berita Acara Pengukuran Lahan, Surat Pernyataan Melepaskan Hak Garapan Atas Tanah yang seolah-olah dari Nawir kepada Donny Juniarto.
“Memperhatikan surat-surat tanah itu, patut diduga adanya unsur rekayasa dan korupsi berjamaah dimana surat keterangan tanah ditandatangani oleh Plh lurah yang bukan wewenangnya,” ujarnya.
“Kami membuat laporan ke Polres Kutai Kertanegara pada 6 Februari 2015. Kemudian pada 27 Maret 2015 sudah ditetapkan tersangkanya,” katanya.
Sebagai anak bangsa, dirinya komitmen pada penegakan hukum dan mendukung sepenuhnya pembangunan di Republik Indonesia. Namun harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Karena itu, saya berharap kasus ini terus ditindaklanjuti supaya terungkap secara gamblang di pengadilan, siapa saja otak pemalsuan surat tanah saya,” jelasnya.
Reporter : Ponco Sulaksono