
Eksplorasi.id – ExxonMobil dipastikan mundur dari konsorsium yang akan mengembangkan Blok East Natuna.
Semula, Exxon akan mengembangkan blok yang berlokasi di perairan Natuna tersebut bersama PT Pertamina (Persero) dan perusahaan asal Thailand, PTT EO.
“Kami pastikan mundur (dari Blok East Natuna). Kami tidak bosa melanjutakn aktivitas di East Natuna karena kami nilai tidak ekonomis,” kata Vice President of Public and Government Affairs Exxon Erwin Maryoto di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (18/8).
Dia menjelaskan, keputusan tidak melanjutkan tersebut diambil setelah pihaknya menuntaskan studi kelayakan.
“Studi kelayakan terkait teknis dan komersial. Telah dilakukan sejak awal 2016. Studi kelayakan dilakukan oleh konsorsium,” jelas dia.
Penjelasan Maryoto, mundurnya Exxon tidak terkait sama sekali persoalan iklim investasi di sektor migas.
“Ada yang bilang kami mundur karena persoalan harus memilih gross split atau bagi hasil (production sharing contract/ PSC). Itu sama sekali tidak benar. Ini murni soal kajian teknis dan komersial,” jelas dia.
Sekedar informasi, studi kelayakan soal pengelolaan Blok East Natuna menjadi insiatif Pertamina yang menjadi bagian dari principle of agreement (PoA) dengan pemerintah. Kesepakatan ini berakhir pada 2018.
Data Eksplorasi.id menunjukkan, Exxon merupakan pemegang konsesi East Natuna sejak bernama Natuna D-Alpha pada 1980.
Namun, karena tak kunjung dilakukan kegiatan eksplorasi, kontrak pengelolaan berakhir pada 2007. Pertamina menjadi penanggungjawab blok mulai 2008.
Di satu sisi, cadangan minyak di Blok East Natuna ditaksir mencapai 318 juta standar tangki barel (mmstb).
Sementara potensi gasnya lebih banyak yakni 222 triliun kaki kubik (tcf) dengan cadangan gas terbuktinya sebesar 46 tcf.
Tapi, saat ini gas sulit dikembangkan karena kandungan CO2 dalam sumber daya ini terhitung tinggi, yaitu sebesar 72 persen.
Reporter : HYN