Eksplorasi.id – Faisal Basri, mantan ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM), menilai bahwa keinginan pemerintah membentuk induk usaha (holding) migas terlalu dipaksakan.
Faisal juga berpendapat bahwa tidak tepat jika PT Pertamina (Persero) menjadi induk usaha dari PT PGN Tbk (Persero). Alasannya sederhana, karena konsep yang masih belum jelas.
Bahkan, Faisal menyarankan alternatif lain dibentuk holding BUMN migas. Misalnya, dengan terlebih dahulu membenahi manajemen Pertamina yang ingin dijadikan holding.
“Ada gap (jarak) yang besar antara kebutuhan minyak yang mencapai 1,6 juta barel per hari (bph) dengan kemampuan produksi nasional yang hanya 803 ribu bph,” kata dia di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Faisal, dirinya merasa khawatir jika pembentukan holding BUMN migas dipaksakan maka akan menyebabkan kinerja masing-masing BUMN tidak berjalan maksimal.
“Faktanya, pembentukan holding BUMN migas tidak sejalan dengan data produksi migas. Cadangan minyak nasional terus turun sejak 2005 hingga akhir 2015 dari yang semula 4,2 miliar barel menjadi 3,6 miliar barel,” jelas dia.
Di satu sisi, Faisal berharap Presiden Joko Widodo tidak menandatangani rencana pembentukan holding BUMN migas tersebut sebelum segala persoalan di sektor migas bisa dituntaskan.
“Draf peraturan pemerintah (PP) sudah sampai di Sekretariat Negara. Mumpung masih ada di Dewan Pertimbangan Presiden, jangan sampai (presiden) tanda tangan kalau belum pasti betul,’’ tegas dia.
Faisal pun mengaku tidak tidak paham dengan keinginan Kementerian BUMN untuk membentuk holding BUMN migas. Dia mencontohkan, saat ini persoalan yang dihadapi adalah terkait produksi minyak yang terus merosot. Bahkan, SKK Migas mengeluarkan data yang memprediksi produksi minyak di Indonesia akan terus anjlok hingga 2040.
’’Tantangannya minyak. Tapi, yang diurusin malah konsep di hilir. Syahwat Pertamina besar ingin menguasai PGN. Sektor bisnis keduanya beda. PGN bermain di sektor utilitas sedangkan Pertamina menghasilkan barang atau produksi,” ujarnya.
Faisal berkomentar, konsep holding yang memasukkan PGN ke dalam Pertamina mengesankan pembentukannya hanya untuk masalah gas. ’Padahal, masalah bangsa ini lebih kepada minyak, bukan soal gas. Cadangan gas kita terus naik di periode yang sama, dari semula 2,5 triliun kaki kubik menjadi 2,8 triliun kaki kubik,” katanya.
Reporter : Diaz