Industri migas saat ini memiliki peran strategis yang harus dilindungi oleh negara. Oleh karena itu sangatlah wajar kalau BUMN di bidang migas seperti Pertamina posisinya berada di bawah presiden.
Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Ketua Dewan Penasehat Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Ugan Gandar saat ditemui di sela-sela acara Munaslub FSPPB yang bertema ‘Bangun Konsistensi Semangat Kejuangan Pekerja dalam Mempertahankan Kelangsungan Bisnis Pertamina dari Rongrongan Internal/Eksternal’ yang dihelat di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (22/03).
“Yang paling bagus kalau Pertamina berada langsung di bawah presiden,” tegasnya.
Untuk itu dirinya menekankan hal tersebut untuk menjawab keraguan akan tidak terkontrolnya Pertamina jika diberi kewenangan untuk mengelola industri migas kembali, seperti sebelum eranya BP Migas/SKK Migas dan BPH Migas.
“Saya berharap kembali ke sana (Era UU No.8/1971). Sederhana saja, dengan adanya SKK Migas minyak kita makin bagus enggak? Tahun kemarin itucost recovery-nya lebih besar daripada duit yang didapat,” tuturnya.
Namun, Ugan mengungkapkan, kekhawatiran akan tidak terkontrolnya Pertamina tidak perlu dirisaukan karena sebenarnya ada dua kementerian yang mengawasi yaitu Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM, ditambah lagi sekarang juga sudah ada KPK.
“Tapi yang paling baik yang akan membuat Pertamina besar adalah jika Pertamina di bawah presiden,” tukasnya.
Sementara itu, tambahnya, kondisi saat ini ironisnya bukan terjadi upaya membesarkan Pertamina melainkan sebaliknya, seperti kegiatan unbundling atau pemisahan usaha di bawah kendali Pertamina.
“Ada kesan ke arah unbundling untuk Pertamina. Intinya, kita menolak unbundling. Ada strategi juga kalau Pertamina akan dipecah-pecah menjadi perusahaan kecil-kecil. Dengan cara begitu kekuatannya akan berkurang. Pemilik saham menjaditidak jelas nantinya. Bahkan pengawasan dari DPR pun akan lemah terhadap anak-anak perusahaan Pertamina,” ungkapnya.
Selain itu, Ugan menambahkan, ketidaksetujuan dari rencana dari jajaran komisaris dan direksi Pertamina yang akan membuat anak perusahaan di sektor shipping. Bisnis di pertamina hilir tak pernah bisa mati terutama di sektor angkutan. Karena itu dia dan SP Pertamina menolak unbundling shipping.
“Pihaknya bukan alergi terhadap investor baik dari domestik atau asing. Karena intinya, Pertamina tidak bisa lepas dari mitra. Tapi mitra yang masuk sebaiknya tidak terkait dengan partai politik bahkan dengan seenaknya menekan-nekan kinerja Pertamina,” tuturnya.
Sementara itu, lanjutnya, memang untuk menjadikan Pertamina besar harus ada dukungan dari pemerintah. Kondisi yang ada saat ini, Pertamina berada di bawah dua kementerian, yakni BUMN dan Kementerian ESDM.
“Pertamina akan semakin kuat dan besar jika keberadaan langsung di bawah Presiden. Sehingga cita-cita untuk mencapai kedaulatan energi bisa terwujud bukan sebatas wacana saja,” pungkasnya.
Eksplorasi | Detik | Aditya