Eksplorasi.id – Penyaluran biodiesel masih terkonsentrasi pada bahan bakar minyak (BBM) solar subsidi (public service obligation/PSO). Pasalnya, penyerapan biodiesel non-PSO lebih lamban dari pada PSO.
Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Togar Sitanggang dalam diskusi di kantor HIPMI, Jakarta.
Togar menjelaskan, Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia. CPO merupakan bahan pencampur solar atau yang disebut biodiesel.
“Kapasitas terpasang hingga akhir tahun sekitar 10,5 juta kilo liter (KL). Terserap 34 persen itu pun yang PSO. Yang non-PSO lamban,” ujarnya.
Namun seharusnya, tambah Togar, biodiesel non-PSO diserap oleh kalangan industri. Tetapi, faktanya masih ada industri yang mendapatkan solar tanpa campuran biodiesel.
Menurut Togar, saat ini pelaku industri memilih solar non biodiesel lantaran harganya lebih murah. Oleh sebab itu dia meminta pemerintah melakukan pengawasan ketat yang disertai sanksi pencabutan izin usaha.
“Pengawasan harus lebih ketat lagi. Harus ada sanksi tegas,” pungkasnya.
Eksplorasi | Tempo | Aditya