Eksplorasi.id – Di saat situasi perekonomian secara global tengah menurun, Indonesia masih mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi.
Dalam dua kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi negeri ini meningkat dan secara kumulatif mencapai 5,04%.encapaian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih potensial sebagai tujuan investasi dunia. Di sisi lain, hal itu juga menegaskan adanya momentum yang perlu dijaga, sehingga pertumbuhan dapat berjalan berkesinambungan.
Dalam hal ini, salah satunya adalah memastikan ketersediaan energi sebagai penggerak roda perekonomian. Saat ini, mesti diakui bahwa energi primer yang digunakan masih didominasi oleh minyak dan gas (migas). Maka, tak heran jika pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya keras agar ketersediaan migas dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat, juga industri dan kelistrikan.
Guna mewujudkan tujuan tersebut, jelas dibutuhkan infrastruktur migas yang memadai. Sama halnya jalan tol yang berperan penting bagi perekonomian dengan membuka akses wilayah dan memperlancar arus distribusi, infrastruktur migas pun sangat krusial karena mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat serta bertumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru.
Karena itu, pembangunan infrastruktur migas ditegaskan dalam Nawa Cita bidang migas, antara lain pembangunan transmisi dan distribusi gas, jaringan gas rumah tangga, storage unit, kilang minyak, dan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Kementerian ESDM memandang pembangunan infrastruktur migas yang menjadi bagian dari transformasi sektor ESDM, adalah suatu keharusan, bukan pilihan.
Transformasi sektor energi ini dilakukan untuk mencapai cita-cita membangun kemandirian bangsa da-lam menghadapi persaingan antarnegara, antarkawasan dan benua. Dalam program strategis migas Kementerian ESDM, infrastruktur yang akan dan tengah digenjot pembangunnya hingga 2030 meliputi kilang minyak, jaringan gas kota, diversifikasi BBM-BBG, infrastruktur migas di wilayah timur, perluasan konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg, depo elpiji dan TBBM, fasilitas penyimpanan di daerah terpencil, jaringan pipa minyak dan gas nasional, serta diversifikasi elpiji untuk nelayan kecil.
Untuk kilang minyak, sejumlah lokasi disiapkan, yakni Medan, Bontang, Tuban dan kilang yang masuk dalam RDMP Pertamina yakni Balikpapan, Balongan, Cilacap, Tuban. Targetnya, pada 2025 kapasitas olah kilang dalam negeri menanjak menjadi 2,163 juta barel minyak mentah per hari. Jika terealisasi, impor BBM akan tereduksi hingga tak lagi membebani anggaran negara. Saat ini saja, melalui pengoperasian kilang TPPI oleh Pertamina, kapasitas olah telah bertambah 100.000 barel dan mengurangi impor BBM hampir 30%.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga menyiapkan pembangunan kilang-kilang mini dipayungi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 22 tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak Skala Kecil di Dalam Negeri. Kilang mini akan dibangun di delapan kluster, meliputi Sumatera, Kalimantan, dan Maluku.
Selain menawarkan efisiensi karena produksi minyak di beberapa daerah terpencil bisa diolah tak jauh dari lokasi, kilang-kilang dengan kapasitas olah maksimal 20.000 barel ini juga akan berguna dalam situasi darurat saat terjadi masalah di kilang besar. Proyek ini juga dipastikan turut mendorong tumbuhnya perekonomian setempat.
Sedangkan untuk jaringan gas kota, Data Direktorat Jendral Migas (Ditjen Migas) Kementerian ESDM mencatat sebanyak 87.741 sambungan rumah tangga (SR) di 14 kabupaten/kota telah terealisasi. Ditjen Migas menargetkan, tahun ini sebanyak 89.000 sambungan akan terealisasi menggunakan dana APBN. Di luar APBN, total sebanyak 93.096 SR akan direalisasikan di 21 kabupaten/kota.
Sedang infrastruktur pipa gas yang menjadi fokus adalah penyambungan pipa gas dari ujung Sumatera sampai ke ujung Jawa, semuanya terus berjalan kendati belum semasif yang diharapkan. Di sisi lain, pembangunan SPBG pun dikebut dengan target 84 unit di tahun anggaran 2016. Demikian pula penyediaan elpiji bagi nelayan kecil, sebanyak 5.473 converter kit dibagikan sebagai proyek percontohan.
Semua bermuara pada tujuan akhir, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan energi dengan harga terjangkau. Untuk mengejar pemerataan ekonomi, infrastruktur migas di wilayah timur Indonesia pun tak ketinggalan dibangun. Tangki penyimpanan BBM dengan total kapasitas 69.500 kiloliter (kl) dibangun di 14 lokasi yang tersebar dari Sulawesi, NTB, NTT, hingga Papua, yakni di Badas, Parepare, Masohi, Namlea, Labuha, Waingapu, Merauke, Bula, Saumlaki, Wayame, Maumere, Ternate, Dobo dan Nabire.
Demikian pula tangki penyimpanan elpiji dengan total kapsitas 5.000 metrik ton (MT) dibangun di Jayapura, Wayame, dan Tenau. Keberadaan infrastruktur-infrastruktur tersebut kelak memungkinkan masyarakat di timur Indonesia menikmati program konversi elpiji dan BBM dengan harga lebih terjangkau.
Dirjen Migas IGN Wiratmadja Puja mengatakan, menimbang pentingnya keberadaan infrastruktur tersebut, pemerintah tak segan mengalokasikan dana dari APBN untuk pembangunan proyek di daerah yang dinilai belum ekonomis. Untuk tahun anggaran 2016, tercatat Ditjen Migas mengalokasikan tak kurang dari Rp1,896 triliun bagi belanja infrastruktur atau mencapai 84,5% dari total anggaran yang diterima tahun ini.
”Kalau di barat kan sudah tumbuh ekonominya, jadi APBN kita kurangi penggunaan di Jawa dan Sumatera, beralih ke daerah timur atau area perbatasan. Dengan akses energi yang mudah, maka transportasi akan lebih lancar dan ekonomi tumbuh lebih cepat,” tuturnya.
Namun, harus diakui bahwa kemampuan APBN untuk membiayai seluruh infrastruktur migas yang dibutuhkan terbatas. Butuh dana ratusan triliun untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Karena itu, peran swasta juga terus didorong guna mempercepat terwujudnya infrastruktur migas.
Eksplorasi | Aditya