EKSPLORASI.id – Greenpeace Indonesia memastikan pembangunan Tahap II PLTU Celukan Bawang akan berdampak negatif bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan tersebut masih menggunakan teknologi sub critical boiler yang efisiensinya hanya 38%.
Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia Didit Haryo Wicaksono memastikan pembangunan setiap jenis PLTU di Indonesia akan selalu berdampak negatif.
“Contohnya, PLTU di Jepara yang walaupun sudah menggunakan teknologi ultra supercritical boiler dengan efisiensi 50% tetap berdampak buruk pada masyarakat,” katanya, Selasa (30/01)
Di Jepara terdapat 2 PLTU dengan masing-masing memiliki kapasitas 4×660 MW dan 2×1.000 MW. Meski keduanya menggunakan teknologi ultra super critical steam, PLTU yang beroperasi sejak 2006 masih menghasilkan dampak negatif berupa kebocoran limbah yang merusak air bawah tanah, menghasilkan bau menyengat, dan debu yang meningkat ke pemukiman warga saat musim kemarau.
“Ternyata dampaknya sama saja, bahkan nelayan Jepara banyak diam di rumah saja,” katanya.
Didit menjelaskan, energi listrik di Indonesia masih surplus sehingga tidak perlu membangun PLTU baru lagi. Adapun data yang dia terima, Indonesia saat ini sudah memiliki cadangan listrik sebanyak 40%. Jumlah ini jauh lebih banyak dari cadangan minimal yang harus dimiliki PLN yakni hanya 30%.
Apalagi, jika akan membangun PLTU baru, maka yang memiliki hanya pihak swasta. Saat ini saja dari sekian banyak PLTU yang ada di Indonesia , hanya 29% dimiliki negara dan 71% milik swasta.
Di Indonesia, lanjut Didit, jika ingin memenuhi kebutuhan listrik, seharusnya mulai memanfaatkan energi terbarukan (EBT). Misalnya, Cina yang mulai membatasi impor batu bara dan berdalih menggunakan energi terbarukan.
“Karena mereka beralih ke energi terbarukan, harga batu bata mengalami penurunan, sehingga Indonesia yang dipaksakan memakai batu bara,” pungkasnya.
(SAM/Bns)