Eksplorasi.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengamandemen beberapa kontrak minyak dan gas bumi bagi kontraktor yang masih menggunakan sistem tax treaty atau persetujuan penghindaran pajak berganda. Ini menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisasi pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka.
Menteri Energi Sudirman Said mengatakan setelah BPK mengeluarkan hasil audit, Kementerian Energi melaksanakan beberapa pertemuan dengan Kementerian Keuangan untuk menindaklanjutinya. Pertemuan terakhir berlangsung 9 Mei 2016.
Dalam pertemuan terakhir itu, dua kementerian menyepakati untuk mengamandemen kontrak bagi hasil kepada kontraktor yang memberlakukan tax treaty yang akan berlaku ke depan. “Kementerian Energi dan SKK Migas saat ini sedang mempersiapkan atau menindaklanjuti hasil kesepakatan tanggal 9 mei 2016,” kata Sudirman saat rapat kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2016.
Hasil audit BPK menyebutkan pemeritnah belum menyelesaikan permaasalahan inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan gas bumi (PPh Migas) dan perhitungan bagi hasil migas. Akibatnya, pemerintah kehilagan penerimaan negara pada tahun anggara 2015, minimal US$ 66,37 juta ekuivalen Rp 915,59 miliar.
Dari hasil tersebut, Menteri Keuangan, selaku wakil pemerintah, menerima rekomendasi tersebut dan menindaklanjutinya dengan dua hal. Pertama, memfasilitasi Menteri Energi dan Kepala SKK Migas dalam mempercepat amandemen kepada yang menggunakan tax treaty. Hal itu untuk memberikan kepastian bagian negara dari pelaksanaan kontrak bagi hasil.
Kedua, berkoordinasi dengan Menteri Energi untuk menginstrusikan Kepala SKK Migas agar mengamankan kepentingan negara, dalam pelaksanaan kontrak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Deputi Pengendalian Keuangan Parulian Sihotang mengatakan ada 22 kontraktor yang menggunakan tax treaty. Di antara mereka yaitu ExxonMobil Indonesia, BP, Premier Oil, CNOOC, Talisman, Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec), Petronas, Petrochina, dan PPOIL.
Menurut Parulian, yang diamademen dalam kontrak tersebut adalah pajak atas branch profit atau pajak dividen yang dikenakan sebesar 20 persen agar dilakukan penyesuaian bila ada tax treaty. Sehingga, penerimaan negara tidak berubah. “Jadi akan ada klausul dalam kontrak bagi hasil untuk menjamin bahwa penerimaan negara tidak berkurang jika ada tax treaty,” ujar dia.
Eksplorasi | Aditya