Eksplorasi.id – Manajemen PT PLN (Persero) di bawah komando Sofyan Basir mengklaim akan mengalami potensi kerugian hingga Rp 21 triliun. Potensi kerugian tersebut bisa terjadi bila perusahaan setrum pelat merah itu tetap membeli batubara dengan harga pasar.
“Kami bisa rugi Rp 21 triliun. Tahun lalu kerugian sekitar sekitar Rp 16 triliun. Kami telah melakukan sejumlah cara untuk menekan kerugian. Efisiensi terus dilakukan dalam menjaga arus keuangan,” kata Sofyan Basir di sela acara Energy Talk dengan tema ‘Mendongkrak Rasio Elektrifikasi’, di Jakarta, Selasa (6/3).
Dia mengungkapkan, pihaknya juga telah menyetop pembangkit listrik yang menelan biaya operasi tinggi. Misalnya, pembangkit berbahan bakar gas diganti dengan batubara yang disertai dengan pembangunan transmisi.
Langkah lainnya, imbuh dia, membentuk zonasi angkutan kapal batubara. Melalui zonasi maka tidak ada lagi pengiriman batubara dari Kalimantan ke Sumatera atau sebaliknya.
“Batubara akan digunakan untuk pembangkit di wilayah produksi tersebut. Pola efisiensi ini kami harapkan membuat biaya pokok produksi turun. Target efisiensi tahun ini sekitar Rp 6,5 triliun tanpa ada (harga batubara) DMO,” jelas dia.
Seperti diketahui, dalam dua tahun terakhir harga batubara terus mengalami kenaikan. Contohnya pada Maret ini harga batubara menyentuh level USD 101,89 per ton.
Padahal, pembangkit berbahan bakar batubara menjadi penyokong mayoritas atau sekitar 50 persen dari suplai listrik nasional.
Di satu sisi, pemerintah saat ini sedang menyiapkan payung hukum untuk penetapan harga batubara khusus pembangkit listrik.
Beleid itu berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri ESDM. Harga tersebut hanya berlaku bagi alokasi batubara dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Adapun alokasi DMO sebesar 25 persen dari total produksi nasional.
Reporter: Feb