Eksplorasi.id – Mahalnya harga gas di hulu menjadi salah satu penyebab utama tingginya harga gas di hilir yang harus dibeli oleh kalangan industri.
Tingginya harga gas di hilir tersebut kemudian dikeluhkan oleh kalangan industri. Menurut kalangan industri, harga gas dalam negeri lebih mahal dibanding Singapura. Padahal, Singapura membeli gas dari Indoensia.
Sebelumnya, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, salah satu penyebab tingginya harga gas industri dikarenakan harga jual gas di tingkat hulu atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sudah cukup tinggi.
Pengamat energi Fabby Tumiwa mengatakan, saat ini harga gas di tingkat hulu atau yang dijual KKKS sudah cukup tinggi. “Memang harga gas domestik sudah cukup tinggi, apalagi yang diproses menjadi LNG (gas alam cair),” kata dia, seperti dilansir Antara, Senin (19/9).
Fabby menjelaskan, saat ini sudah tidak ada lagi harga jual gas hulu yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan industri dengan harga jual berada di bawah USD 4 per juta British thermal unit (MMBtu).
Bahkan, sejumlah kontrak gas harganya sudah berada di atas USD 5 per MMBtu. Namun, imbuh dia, rencana pemerintah menurunkan harga gas di hulu dengan memotong bagian bagi hasil pemerintah dinilai sebagai sebuah langkah yang kurang tepat.
“Selain mengurangi penerimaan negara, juga berarti pemerintah memberikan subsidi pada industri, yang produknya belum tentu untuk pasar dalam negeri. Pemerintah perlu hitung benar cost and benefit dari kebijakan ini,” jelas dia.
Fabby berpendapat, cara menurunkan harga gas dalam negeri adalah dengan mengatur tata niaga, memangkas rantai distribusi, dan menertibkan pedagang (trader) gas bermodal kertas.
“Pemerintah harus melarang trader yang tidak punya sumber atau alokasi gas, membuat kontrak gas dengan pengguna akhir seperti pembangkit listrik dan industri,” ujar dia.
Di satu sisi, seperti dilansir dari data Kementerian Perindustrian, harga gas bumi di Singapura hanya sekitar USD 4,5 per MMBtu, Malaysia USD 4,47 per MMBtu, dan Filipina USD 5,43 per MMBtu.
Kemudian, data Kementerian ESDM menunjukkan, harga jual gas bumi sejumlah KKKS sudah cukup tinggi yakni berkisar USD 5-8 per MMBtu. Gas tersebut disalurkan oleh perusahaan yang mengelola pipa transportasi sampai distribusi hingga sampai ke pelanggan termasuk industri.
Berikut daftar harga gas hulu dari KKKS sebelum sampai ke industri:
- Conocophillips (Pekanbaru) USD 7,04 per MMBtu
- Conocophillips (Sumatera Selatan dan Jawa Barat) USD 5,44 per MMBtu
- Ellipse (Jawa Barat) USD 6,75 per MMBtu
- Lapindo (Jawa Timur) USD 7,649 per MMBtu
- Pertamina EP Benggala (Medan) USD 8,49 per MMBtu
- Pertamina EP Sunyaragi (Cirebon) USD 7,5 per MMBtu
- Pertamina EP Pangkalan Susu (Medan) USD 8,48 per MMBtu
- Pertamina Hulu Energi (PHE) WMO (Jawa Timur) USD 7,99 per MMBtu
- Santos (Jawa Timur) USD 5,79 per MMBtu
- Lapangan Jambi Merang (Batam) USD 6,47 per MMBtu
Dari data tersebut terlihat bahwa harga gas di Indonesia sejak di hulu saja sudah lebih mahal dibanding harga hilir di Singapura, Malaysia dan Filipina.
Kemudian, tingginya harga gas untuk industri di Indonesia yang berkisar USD 9 – 10 per MMBtu juga disebabkan jalur distribusi yang memakan biaya.
Perlu diketahui, untuk mengalirkan gas dari hulu ke konsumen, gas dialirkan menggunakan pipa transmisi (biaya angkut ditetapkan pemerintah) dan pipa distribusi gas bumi yang panjangnya bisa berkilo-kilometer.
Reporter : Ponco Sulaksono