Eksplorasi.id – Rencana Presiden Joko Widodo ingin menurunkan harga gas menjadi USD 6 per MMBtu dalam dua bulan ke depan menimbulkan pro kontra.

Versi Kementerian ESDM dan SKK Migas, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) gas akan turun sebesar USD 300,1 juta atau sekitar Rp 3,5 triliun jika rata-rata harga gas industri menjadi USD 5 per MMBtu.
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengungkapkan, pengurangan harga gas industri pada PJBG-PJBG (Perjanjian Jual Beli Gas) di atas USD 5 per MMBtu mengurangi PNBP gas sebesar USD 300,1 juta, serta memerlukan perubahan kebijakan asumsi dasar APBN.
“Sementara jika rata-rata harga gas industri turun menjadi USD 4 per MMBtu, penerimaan negara yang harus dikorbankan sebesar USD 474,9 juta atau sekitar Rp 6,17 triliun,” kata dia di Jakarta, Kamis (6/10).
Namun, terang Agus, sebenarnya langkah itu belum cukup untuk mengurangi harga gas sampai ke angka USD 4 per MMBtu atau USD 5 per MMBtu.
“Ada biaya-biaya lain yang harus dikurangi, misalnya pajak. Dengan menghilangkan seluruh PNBP tersebut masih belum bisa mengurangi harga sampai ke USD 4-5 per MMBtu. Untuk menjadi USD 4-5 per MMBtu perlu pengurangan cost yang lain,” jelas dia.
Reporter : Diaz